LABH Bulan Bintang Nilai Permintaan Maaf KPK Tak Selesaikan Masalah

Selasa, 01 Agustus 2023 – 18:15 WIB
Lembaga Advokasi Bantuan Hukum (LABH) Bulan Bintang menilai permintaan maaf KPK tak menyelesaikan masalah. Foto: Ist.

jpnn.com - JAKARTA - Ketua Umum Lembaga Advokasi Bantuan Hukum (LABH) Bulan Bintang Irfan Maulana Muharam angkat suara menanggapi operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan Kepala Basarnas.

Lembaga antirasuah itu sebelumnya menggelar OTT, dimana kemudian menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi Kabasarnas Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto sebagai tersangka.

BACA JUGA: Pimpinan KPK Ini Sampai Tak Bisa Menjawab soal Isu Intimidasi dari TNI soal Kasus Basarnas

Menurut Irfan, dalam hal ini KPK benar-benar tidak profesional, karena melakukan penanganan hukum terhadap prajurit TNI aktif.

Irfan juga mengatakan permintaan maaf dan pernyataan KPK ada kekhilafan sama sekali tidak menyelesaikan masalah yang ada.

BACA JUGA: KPK Pastikan Kasus Marsdya Henri Jadi Pintu Masuk Membongkar Korupsi Lain di Basarnas

Lembaga antirasuah seharusnya menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Irfan menyatakan pandangannya karena sebelum melakukan OTT dan menetapkan status tersangka, KPK tentunya telah melalui serangkaian mekanisme hukum.

BACA JUGA: Puan Maharani: TNI Harus Siap dengan Era Artificial Intelligence

Di antaranya, penyelidikan, dimana lewat mekanisme inilah kemudian KPK melakukan OTT terhadap para calon tersangka.

Kemudian, apabila sudah dilakukan OTT maka seharusnya penetapan tersangka disertai dengan sprint sidik.

“Bagaimana mungkin seseorang ditetapkan tersangka tidak disertai dengan sprint sidik, itu malah jelas menyalahi prosedur,” ujar Irfan di Jakarta, Selasa (1/8).

Irfan lebih lanjut mengatakan, apabila perkara ini hendak dihentikan atau diambil alih penanganannya oleh Puspom TNI, maka sprint lidik dan sprint sidik yang telah diterbitkan KPK harus dihentikan terlebih dahulu.

Proses penghentian juga harus dilakukan dengan mekanisme hukum.

Irfan menegaskan KPK selama ini selalu bertindak cepat dalam menangani kasus yang didapat dari hasil OTT.

Tidak ada dalam sejarahnya pimpinan KPK meminta maaf dan mengakui adanya kekhilafan dari tim penyelidik, setelah selesai OTT dan menetapkan tersangka.

"Nah, dalam perkara ini, hal itu yang terjadi. Artinya menjadi sejarah baru dalam instansi penegakan hukum yang menunjukan ketidakprofesionalan KPK dalam menjalankan fungsi penegakan hukum dan yang pasti menurunkan marwah KPK sebagai embaga antirasuah," ucapnya.

Irfan berpendapat proses hukum perkara ini seharusnya tetap berjalan sesuai prosedur hukum, dimana Puspom TNI menghormati proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK.

Di sisi lain, KPK tetap melanjutkan proses penyidikan atas perkara tersebut.

"Langkah ini saya kira penting, sebab meski KPK mengakui kekeliruannya dan telah meminta maaf, itu tidak cukup. KPK tetap harus mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) karena hanya itu satu-satunya prosedur menghentikan perkara."

"Demikian juga kalau ada pihak yang tidak setuju dengan penghentian oleh KPK, juga punya hak yang sama untuk mengajukan praperadilan atas SP3 oleh KPK tersebut dan meminta perkara dibuka kembali."

"Putusan MK Nomor 98/PUU-X/2012 sudah memungkinkan hal itu, dimana pihak ketiga yakni korban atau pelapor, LSM dan ormas, dapat maju sebagai pemohon praperadilan atas SP3 tersebut," katanya.

Irfan menegaskan kembali bahwa KPK jelas menyalahi prosedur karena tidak berwenang menyidik TNI aktif secara sepihak tanpa adanya koordinasi terlebih dahulu dengan pihak Puspom TNI.

Namun, sikap KPK menghentikan perkara dengan hanya meminta maaf dan tidak mengeluarkan SP3 juga menyalahi prosedur.

“Akibatnya, perkara menggantung, pihak ketiga yang ingin mempersoalkan penghentian ini juga terhalang karena ketiadaan produk hukum penghentian yang jelas."

"Kami mendesak KPK harus profesional dalam menggunakan kewenangan penyidikan karena ini menyangkut hak asasi seseorang kalau wewenang penyidikan dipergunakan tidak profesional," kata Irfan Maulana. (gir/jpnn)

Video Terpopuler Hari ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Konon, Ada Permintaan Dana Komando 10 Persen dari Proyek yang Selesai di Basarnas


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler