jpnn.com, JAKARTA - Keresahan sudah mulai dirasakan para peserta kompetisi Liga 2 yang akan digelar pada 19 April mendatang.
Itu tidak lain karena ada banyak regulasi tidak lazim yang diterapkan oleh operator kompetisi dan federasi dalam menjalanjan kompetisi kasta kedua tanah air tersebut.
BACA JUGA: Klub Liga 2 yang Lolos 16 Besar Dapat Rp 400 Juta
Ya, selain akan melakukan degradasi besar-besaran. Dari total 60 peserta, rencananya ada 36 klub yang akan didegradasikan ke kompetisi satu level dibawahnya.
Dengan regulasi itu, semua klub sudah pasti berjuangan mati-matian hanya untuk sekedar bisa bertahan.
BACA JUGA: Liga 2: Ketat di Grup 3 dan 4, Grup 8 Home Tournament
Dan, saat ketegangan itu belum juga surut, klub peserta terancam mengalami reduksi pemasukan luar biasa.
Memang, harapan klub untuk bisa mendapatkan pemasukan dari tiket penonton sepertinya tidak akan berjalan ideal.
BACA JUGA: Mau Tidak Mau, Mat Halil Harus Off
Penyebabnya, mayoritas pertandingan di Liga 2 akan berlangsung di pertengahan pekan, atau mulai dari Senin sampai dengan Kamis.
Padahal, seperti yang diketahui, pertandingan di hari-hari tersebut sangat rentan dengan sepi penonton.
Fakta tersebut yang membuat banyak klub mulai menunjukan keresahannya.
CEO Persijap Jepara Esti Puji Lestari mengatakan, keresahan para klub itu sejatinya sudah disampaikan saat manager meeting di Makostrad, Jakarta, 30 April lalu. "Tapi, apa yang kami sampaikan semuanya mental," kata Esti.
Dengan begitu, Esti mengungkapkan bahwa mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya bisa pasrah dengan keputusan yang sudah diambil oleh federasi tersebut.
Padahal, lanjut Esti, Senin sampai dengan Kamis adalah hari dimana mayoritas penduduk Jepara mencari uang karena berstatus sebagai buruh harian.
Nah, dengan mayoritas pertandingan yang berlangsung di Senin-Kamis itu, Esti menyebutkan bahwa, akan terjadi dua dampak besar di kota Jepara saat Liga-2 berlangsung.
Pertama adalah, besar kemungkinan akan ada banyak perusahan rumahan yang tidak bisa berproduksi maksimal karena ditinggal para buruhnya untuk menonton pertandingan.
Namun, di sisi lain, bisa jadi klub harus menerima pil pahit dengan sepinya penonton lantaran para suporter mereka harus terjebak dengan rutinitas kerja.
"Jadi, bukan saja kami harus berjuang untuk tidak masuk dalam kelompok besar tim yang terdegradasi, tapi juga harus memutar otak lebih keras untuk pertandingan di tengah pekan tidak sepi penonton," papar Esti.
Di sisi lain, Rumadi, Direktur Operasional PT PSS (Putra Sleman Swasembada) yang tidak lain adalah badan hukum PSS Sleman, mengaku menerima kebijakan dari federasi dan operator tersebut
Dia beralasan, federasi sudah pasti memikirkan dampak dari keputusan yang mereka ambil.
"Jadi, kami tidak berkeberatan untuk bermain di tengah pekan," ucapnya.
Bahkan, Rumadi menyebutkan, meski terancam kehilangan banyak penonton, bagi dia, bermain di tengah pekan tersebut akan menjadi tantangan tersendiri bagi mereka.
Dengan begitu, mereka sudah menyiapkan sejumlah konsep untuk menjadi magnet bagi para penonton. Di antaranya dengan menyiapkan doorprize bagi penonton.
"Kami sudah menyiapkan empat sepeda serta kulkas dalam setiap pertandingan. Hadiah itu akan kami bagikan kepada penonton yang tiketnya memenangkan undian," kata Rumadi.
"Kami juga sudah punya basis suporter yang jelas, jadi kami optimistis tidak akan sepi penonton dalam setiap pertandingan," papar dia.
Dalam perkembangan yang sama, direktur kompetisi PT LIB (Liga Indonesia Baru) Ratu Tisha Destria enggan berbicara banyak terkait jadwal kompetisi itu.
Namun, menurut dia, pertandingan di tengah pekan itu karena hasil diskusi mereka dengan pemegang hak siar.
"Tapi, draf jadwal sedang kami susun. Nanti akan kami bagikan ke klub dalam waktu dekat," ujarnya. (ben)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Regulasi GTL1 Dinilai tak Mengacu FIFA
Redaktur & Reporter : Soetomo