jpnn.com - jpnn.com - Aksi pengusiran yang diduga dilakukan Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (SP JICT) terhadap operator RTGC Pelindo 2 alias IPC disesalkan.
Bahkan, setelah pengusiran itu SP JICT menggantinya secara sepihak dengan PT Empco.
BACA JUGA: Terusir, Pekerja Pelindo II Harus Diperhatikan
Koordinator Operator RTGC Pelindo II/IPC Burhanuddin menyesalkan hal itu karena pihaknya telah bekerja sesuai dengan kebijakan perusahaan.
"Masalah SP JICT yang menolak kami dengan mengambil alih pekerjaan kami adalah tindakan ilegal," tegasnya dalam keterangan pers yang dikirim via e-mail, Rabu (8/2).
BACA JUGA: Demo Kok Pakai Kendaraan Operasional Perusahaan
Sejauh ini, kata Burhanuddin, pihaknya yang ditempatkan di PT JICT belum bisa bekerja karena masih dikuasai para SP JICT dengan pekerja outsourcing.
"Mereka seolah punya wewenang perusahaan yang bisa mengganti dan menempatkan pekerja. Padahal mereka sama seperti kami adalah pekerja juga," tegasnya.
BACA JUGA: Gaji Tinggi Kok Pekerja Masih Tuntut Kesejahteraan
Burhanuddin menduga, hal ini terjadi karena adanya konflik antara Manajemen JICT dan SP JICT terkait perundingan Perjanjian Kerja Bersama.
"Kami operator RTGC IPC dijadikan komoditi untuk bahan negosiasi oleh SP JICT," keluhnya. (rm/jpnn)
Burhanuddin kemudian menjelaskan kronologi dari peristiwa pengusiran tersebut. Berikut kronologi lengkap versi Burhanuddin:
7 Desember 2016
Kami (operator RTGC IPC) mendengar akan ada pengembalian massal Operator RTGC IPC yang ditempatkan di Jakarta International Container Terminal (JICT) ke IPC yang akan dilakukan SP JICT. Atas kesimpangsiuran informasi ini kami mencoba klarifikasi ke Manajemen JICT, informasi dan keputusan dari manajemen tidak ada pengembalian Operator RTGC IPC.
9-10 Desember 2016, pukul 23:30 WIB-02:30 WIB
Kami dipanggil Sekjen SP JICT di dalam ruang meeting lobby JICT dan hadir disitu Sekjen Serikat Pekerja Pelindo II (SPPI II) dan Ketua Umum SPPI II, tidak lama ketum SP JICT datang ke ruang tersebut.
Mereka lalu menjelaskan kepada kami soal surat SP JICT tanggal 5 Desember 2016 yang intinya: Keberadaan kami sebagai operator RTG IPC menurut mereka (baca: SP JICT) melanggar aturan PKB JICT dan UU Ketenagakerjaan sehingga mereka meminta kepada kami untuk mengikuti/mematuhi arahan mereka agar kami kembali ke IPC.
Pada saat itu kami menolak tegas, karena menurut kami tidak prosedural alias ilegal. Tidak ada surat apa pun dari manajemen JICT dan IPC yang secara resmi menarik kami dari penugasan di JICT.
Karena pada malam itu tidak ada kesepakatan antara SP JICT dan SPPI II dan kami maka kami kembali ke operasional.
Pada pukul 06:00 WIB, kami (Ridwan E) mengambil plotting untuk grup B, ternyata di plotting-an tersebut nama-nama dari operator RTG IPC tidak ada, telah digantikan dengan nama-nama dari PT Empco yang job desk kerjanya sebagai tallyman/OA berth.
Karena di operasi kami bekerja berdasarkan plotting-an tersebut. Sehingga kami merasa apa yang menjadi permintaan SP JICT semalam, langsung dilaksanakan walau pun kami tidak sepakat.
Kemudian teman-teman operator RTGC grup B dikumpulkan di ruangan kantin (-/+ 50 personel) oleh SP JICT ( pengurus inti) kembali kami diperintah untuk tidak bekerja sebagai operator RTGC.
Tidak ada manajemen, duty manajer dan manajemen lainya dari JICT yang hadir. Sehingga kami tetap menolak larangan bekerja tanpa surat resmi dari JICT.
Semenjak kejadian itu kami tetap hadir absen finger print dan standby di area lini 1.
Pada tanggal 10 Desember 2016 terjadi kecelakaan kerja pada RTGC No 10 pada pukul 20:30 container jatuh dan ada juga container yang terserempet RTGC karena teman-teman PT Empco bukan job desk-nya sebagai operator RTGC.
23 Desember 2016 Manajemen JICT mengeluarkan surat pengumuman untuk bekerja. Kepada kami seluruh pekerja di JICT termasuk kami operator RTGC Pelindo/IPC yang ditempatkan di JICT.
Setelah mengetahui surat tersebut SP JICT langsung mengadakan rapat anggota pada pukul 15:00 Kemudian pengurus SP JICT melakukan orasi di depan gedung JICT, aktivitas seluruh operator terhenti karena teman-teman PT Empco semuanya ikut pada aksi tersebut.
Kami operator RTGC IPC tetap stand by menunggu instruksi kerja. Namun sampai pukul 20:00, operasional dari unit lain seperti (control tower) sama sekali tidak ada yang bekerja, sehingga kami tidak bisa bekerja sendiri.
Pelayanan pada malam itu kacau balau. Truck mengantre berjam-jam dan sopirnya mengamuk. Selanjutnya teman-teman dari PT Empco-lah yang kembali bekerja sebagai operator RTGC bukan kami.
Keesokan harinya seperti biasa kami hadir tetap absen finger print ternyata kami tidak bisa absen karena tidak dikenal oleh system (mayoritas operator RTGC IPC).
Selanjutnya kami absen secara manual isi form dan mengumpulkannya ke manajemen IPC. Pada hari itu juga ruangan tempat kami biasa stand by ditutup dengan meja dan kursi sehingga ruangan tersebut tidak bisa digunakan. Selanjutnya kami hanya bisa stand by di masjid dekat kantor.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hmm... Jangan-Jangan Ini Big Boss bagi RJ Lino
Redaktur & Reporter : Natalia