jpnn.com, JAKARTA - Para petani di Kelurahan Cakung Timur, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur berencana mengadukan permasalahan ganti rugi atas lahan mereka kepada Presiden Joko Widodo.
Sebab, lahan sawah itu dikuasai pengembang tanpa proses pembebasan tanah dan pemberian ganti rugi yang sah oleh pengembang kawasan Jakarta Garden City (JGC) sehingga dinilai melanggar hukum.
BACA JUGA: Banyak Pengembang di Bekasi Tak Penuhi Kewajiban
Menurut Sutiman Bin Ayub, salah satu petani, dirinya bersama dengan beberapa rekan-rekannya telah melayangkan gugatan tersebut ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur.
Pihak-pihak yang digugat antara lain, PT Modernland Realty Limited Tbk (tergugat I), PT Modern Griyareksa (tergugat II), dan PT Mitra Sindo Makmur (tergugat III), PT Himalaya Sejahtera Abadi (tergugat IV) dan gubernur DKI Jakarta (tergugat V).
BACA JUGA: Berkhianat ke Petani, Langgengkan Pemburu Rente
“Tindakan tergugat I, II, III, IV melakukan perbuatan memasuki dan menguasai begitu saja tanah garapan objek gugatan tanpa persetujuan para penggugat selaku pemegang hak garapan dan Bezitter yang teritikad baik, merupakan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi penggungat,” kata dia dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat.
Sementara itu, kuasa hukum petani Marthen mengatakan, tindakan tergugat V yang mencabut hak garap para penggugat tanpa persetujuan adalah perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian.
BACA JUGA: Asosiasi Pengembang Dukung Program DP Nol Rupiah
Ditambah, tergugat juga memberikan perizinan dan hak kepada tergugat I, II, III untuk sertifikasi dan membangun perumahan serta gedung komersial di atas lokasi tanah sengketa tersebut.
Penerbitan sertifikat yang saat ini dipegang oleh pengembang juga dipertanyakan, karena menurut Marthen tidak terbit sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dia menambahkan, pihak petani juga akan tetap mempersoalkan masalah terbitnya sertifikat ini.
“Kami akan tetap menuntut agar kami tidak terusir dan kehilangan tanah kami, apalagi mereka sudah menjual tanah dalam bentuk perumahan mewah. Kalau perlu kami akan mengadukan hal ini ke Pak Jokowi,” kata Sutiman.
Berdasar atas sertifikat bodong itu terdapat sebagian tanah garapan milik Sutiman dari total seluas 60 hektare yang sama sekali belum terselesaikan hak-haknya.
Kini tiba-tiba waduk itu dikuasai PT Modernland Realty Tbk untuk dijadikan danau dan vila di sekitarnya sebagai bagian dari perumahan mewah Lake Township.
"Pengambilalihan tanah tanpa melalui proses pembebasan tanah dan pemberian ganti rugi tanah kepada Sutiman selaku pemilik lahan sawah pertanian dan pemegang hak garap yang sah," kata Marthen.
Dia menambahkan, perbuatan itu melanggar Undang-undang RI No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum serta Peraturan Pelaksanaannya antara lain Peraturan Presiden RI No 36 Tahun 2005.
Tanah yang sedang dibuat danau dan dibangun perumahan mewah Lake Township seluruhnya seluas 60 hektare adalah tanah hak garapan milik Sutiman dan petani lainnya yang terletak di Kampung Rawa Rorotan, Desa Gapura Muka, Kecamatan Bekasi, Kabupaten Bekasi. Kini masuk ke wilayah Kelurahan Cakung timur, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta.
Kondisi terkini, kata Marthen, tanah garapan tersebut sedang digali dengan menggunakan alat-alat besar untuk dijadikan waduk secara melawan hukum tanpa persetujuan Sutiman cs selaku pemilik tanah.
“Jadi tanah garapan kami adalah tanah pertanian, bukan waduk alami yang mau direvitalisasi menjadi danau untuk kepentingan pembangunan perumahan mewah Lake Township,” katanya.
Pengambilalihan tanah sawah garapan milik Sutiman cs yang dilakukan tergugat V disusul pengambilalihan dan pembuatan perumahan mewah Lake Township PT Mitra Sindo Makmur dan PT Modernland Realty Tbk Group merupakan perbuatan main hakim sendiri sebagaimana dimaksudkan jurisprudensi MA tanggal 11 Juni 1958 No 279K/Sip/1957.
"Penyerahan lahan inventarisasi aset Pemda DKI Jakarta kepada PT Mitra Sindo Makmur juga berpotensi sebagai tindak pidana korupsi, karena pengalihan atau penyerahan aset pemda tersebut tanpa melalui prosedur dan persyaratan antara lain tanpa persetujuan DPRD DKI Jakarta, Kemendagri, dan Kementerian Keuangan,” tegas Marthen.
Penyerahan lahan itu memperkaya PT Mitra Sindo Makmur berupa nilai ekonomis Rp 400 miliar dari tanah hasil galian untuk dijadikan timbunan sawah seluas 40 hektare di sekitarnya.
Selain itu diduga juga memperkaya PT Mitra Sindo Makmur sebesar Rp 625 miliar dari harga tanah aset pemda.
Kemudian merugikan Pemprov DKI Jakarta dari tuntutan pembayaran ganti rugi dari Sutiman cs selaku pemilik sawah, memperkaya investor lainnya yang bergabung dengan PT Mitra Sindo Makmur dalam pembangunan perumahan mewah Lake Township.
"Serta merugikan keuangan negara jika pembangunan dilakukan dengan fasilitas pinjaman dari bank pemerintah," pungkas dia. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Registrasi Perbarui Data Pengembang Rumah Murah
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga