jpnn.com - jpnn.com - Perda Nomor 8 Tahun 2014 tentang Penataan Toko Swalayan mendapat protes dari sejumlah kalangan.
Salah satunya, Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK).
BACA JUGA: Please...Jangan Pilih Kasih Jam Operasional Swalayan
Pasalnya, aturan itu mengharuskan minimarket tutup pukul 21.00.
Ketua YLPK Jatim Said Sutomo menerangkan, Perda 8/2014 tidak tepat sasaran.
BACA JUGA: Mulai 1 Maret, Minimarket Dilarang Buka 24 Jam
Terutama mengenai aturan jam buka-tutup. Perda tersebut memaksakan minimarket untuk tutup pukul 21.00.
Sedangkan salah satu tujuan perda yang paling utama adalah melindungi pasar rakyat dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
BACA JUGA: Maaf...Minimarket Dilarang Buka 24 Jam
''Mana ada pasar dan UMKM yang buka di atas jam sembilan malam? Perda ini tidak tepat sasaran,'' ujar Said.
Pembuatan perda itu juga dinilai terlambat. Sebab, banyak UMKM dan pasar yang sudah mati.
Dia mencontohkan pertokoan di Jalan Tunjungan. Pada era 90-an, kawasan pertokoan tersebut menjadi pusat perdagangan.
Terhitung ada 59 persil yang tidak lagi dibuka. Mereka kalah bersaing dengan swalayan.
''Telat kalau mau melindungi pasar dan UMKM,'' jelasnya.
Menurut dia, DPRD dan pemkot harus memikirkan cara agar pasar dan UMKM bisa berkembang.
Bukan malah menjadikan minimarket sebagai kambing hitam.
Said menilai Surabaya sudah mulai menggiatkan pasar malam. Apalagi, saat ini Kota Pahlawan menjadi salah satu jujukan wisata.
Dia lalu mencontohkan Pasar Penang, Malaysia, yang buka hingga petang.
Dengan bentuk pasar yang bersih dan terang, pengunjung tidak pernah sepi.
Dia menambahkan, masyarakat modern saat ini memang cenderung memilih minimarket ketimbang pasar.
Selain masalah harga dan kebersihan, tingkat keamanan minimarket lebih terjamin.
Sebab, hampir di setiap minimarket terdapat kamera CCTV.
''Kalau pasar bisa meniru minimarket, saya yakin masyarakat pun mau mampir ke pasar,'' lanjutnya.
Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mazlan Mansur menerangkan, penegakan aturan jam buka-tutup bisa direvisi.
Dia mempersilakan masyarakat yang berkeberatan untuk mengadu ke komisi yang menangani bidang ekonomi tersebut.
''Kami terbuka untuk masalah waktu buka-tutup,'' kata politikus PKB tersebut.
Selain itu, Perda 8/2014 memberikan ruang bagi minimarket untuk tetap buka selama 24 jam pada area tertentu.
Namun, aturan lebih detail seharusnya dijabarkan pada peraturan wali kota (perwali).
Masalahnya, peraturan tersebut tidak kunjung dibuat.
Selain mengatur detail-detail aturan, perwali menerapkan ketentuan sanksi administratif.
''Seharusnya perwali segera dibuat agar tidak menimbulkan polemik,'' lanjutnya.
Selain masalah jam buka-tutup, Mazlan menilai masih banyak aturan yang perlu diperhatikan.
Sebab, aturan tersebut sering diabaikan pemilik minimarket.
Bahkan, satpol PP dia anggap tak punya taring menegakkan aturan.
''Ada kasus yang mereka jelas-jelas tidak berizin, tapi satpol PP tak berani menindak,'' lanjut politikus asal dapil IV (Wonokromo, Jambangan, Gayungan, Sawahan, dan Sukomanunggal) tersebut.
Salah satunya mengenai jarak minimarket dan pasar. Saat ini wilayah pasar justru menjadi area yang dicari para pengusaha minimarket.
Dia yakin masyarakat bakal lebih memilih membeli di toko swalayan.
Jika tidak dilindungi, pedagang pasar bisa terpinggirkan.
''Jelas lah. Mereka (swalayan, Red) kapital besar, modal besar. Sedangkan pedagang pasar, siapa yang melindungi?'' ucap pria kelahiran Gresik, 3 Januari 1976, itu.
Dia juga melihat masih banyak minimarket yang tidak mau menggandeng UMKM.
Padahal, hal tersebut menjadi kewajiban mereka. Sebagian barang-barang UMKM seharusnya dititipkan di minimarket.
Pemilik minimarket membayar barang itu di muka. Dengan cara tersebut, dia yakin kedua pihak akan sama-sama untung.(sal/c7/dos/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia