jpnn.com - JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia bergerak cepat menangani kasus dugaan pembunuhan dan mutilasi warga sipil di Mimika, Papua, yang melibatkan enam oknum TNI AD.
Langkah cepat Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman dalam menangani kasus dugaan pembunuhan dan mutilasi itu patut mendapat apresiasi.
BACA JUGA: Warga Papua Dimutilasi, Effendi Curiga Ada Konspirasi
TNI AD telah menetapkan enam prajuritnya sebagai tersangka. Para tersangka pun kini sudah ditahan di Subdenpom XVII/Cenderawasih di Mimika.
"Langkah cepat penanganan kasus ini oleh Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Dudung Abdurrahman tentunya patut mendapat apresiasi," kata Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (2/9).
BACA JUGA: Kasus Mutilasi Warga Papua Sadis, Bagaimana Andika, Dudung, dan Prabowo Membina Prajurit TNI?
TNI AD telah menetapkan enam oknum prajuritnya sebagai tersangka dugaan kasus mutilasi di Mimika, yang diduga terkait motif penjualan senjata api kepada warga sipil.
Meskipun begitu, Anton Aliabbas menilai penanganan terhadap kasus mutilasi tersebut tidak cukup bersifat kasuistis atau berlaku pada kasus-kasus tertentu.
BACA JUGA: 6 Oknum TNI AD jadi Tersangka, Kasusnya Berat
Berdasarkan laporan riset Aliansi Demokrasi Untuk Papua yang dilansir Juli 2022, katanya, tampak jelas ada dugaan keterlibatan oknum aparat keamanan dalam jejak jual beli senjata api dan amunisi ilegal di Papua.
Dengan demikian, Anton melanjutkan, jika merujuk pada laporan tersebut, maka akan terlihat kecenderungan bahwa kasus jual beli senjata api dan amunisi ilegal merupakan suatu fenomena yang terus berulang.
"Artinya, pendekatan yang dilakukan masih belum efektif untuk mencegah insiden terjadi kembali serta tidak ada efek jera yang dihasilkan dari langkah yang telah diambil," jelasnya.
Anton Aliabbas menilai kasus mutilasi seperti itu seharusnya menjadi momentum bagi TNI AD untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh.
Kemudian, menguatkan pengawasan terhadap personel dan persenjataan militer, termasuk mempertimbangkan ide penerapan pertanggungjawaban komando.
Dia menilai temuan dalam penyelidikan dengan menerapkan pertanggungjawaban komando akan membantu pimpinan TNI menyempurnakan mekanisme pengawasan prajurit dan penggunaan alat utama sistem senjata (alutsista) di Papua.
"Sekalipun kasus ini sifatnya personal, kasus pembunuhan yang didasari modus penjualan senjata kepada warga sipil di daerah konflik tetap tidak dapat dianggap sepele, terlebih tindak pidana ini melibatkan personel satuan tempur organik," ujar Anton.
Upaya serius, nyata, dan sungguh-sungguh dari pimpinan TNI dalam menindaklanjuti kasus mutilasi itu akan berkontribusi dalam memitigasi ekses atau dampak berlebihan dari insiden di Papua tersebut. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi