jpnn.com, JAKARTA - Tim Advokasi PENA 98 Pusat Jeppri F Silalahi, angkat bicara terkait langkah Polda Sulawesi Tengah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas laporan Gubernur Sulteng Longki Djanggola terhadap anggota DPRD yang juga Ketua Pansus Penanggulangan Bencana Sulteng Yahdi Basma.
Yahdi sebelumnya dilaporkan atas dugaan melanggar Pasal 27 ayat 3 UU ITE atau terkait pencemaran nama baik.
BACA JUGA: PENA 98: Jangan Serahkan Indonesia ke Tangan Orang Berlumuran Darah
"Kami tim advokasi berpandangan, dari sisi formil, pemanggilan penyidik terhadap saudara Yahdi Basma sebagai anggota DPRD tanpa menunjukkan persetujuan tertulis dari mendagri (kecuali untuk tindak pidana khusus), adalah perbuatan melanggar ketentuan hukum yang diatur dalam Pasal 340 UU MD3," ujar Jeppri di Jakarta, Jumat (12/7).
Menurut Jeppri, peraturan yang dimaksud juga telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 76/PUU-XII/2014 yang dalam bagian pertimbangan menyatakan, pemanggilan dan permintaan untuk penyidikan terhadap anggota DPRD Provinsi yang disangka melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari mendagri.
BACA JUGA: Pemerintah Tidak Akan Kalah Melawan Hoaks
BACA JUGA: Anak Buah Bubarkan Ibu Pengajian, Kapolda Sulteng Dimutasi
Jeppri juga menilai, dari sisi hak imunitas langkah Polda Sulteng diduga menyalahi aturan. Disebutkan, bahwa terkait apa pun tindakan yang dilakukan oleh saudara Yahdi Basma yang dilaporkan oleh pelapor, harus dimaknai dalam konteks pengawasan sebagai anggota DPRD Sulteng yang dilindungi oleh undang undang dalam menjalankan tugas fungsi kewenangan, sesuai konstitusi UUD 1945 pasal 20A (imunitas) jo. UU nomor 2/2018 (MD3).
BACA JUGA: Anak Buah Bubarkan Ibu Pengajian, Kapolda Sulteng Dimutasi
Dalam Pasal 338 ayat 1 dan 2 disebut, anggota DPRD provinsi mempunyai hak imunitas. Anggota DPRD provinsi tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPRD provinsi ataupun di luar rapat DPRD provinsi yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPRD provinsi.
Pandangan senada juga dikemukakan Koordinator Tim Advokasi PENA 98 Sulteng Muh. Rasyidi Bakry. Ia menyebut penetapan SPDP terhadap Yahdi Basma bertentangan dengan pernyataan Kapolri Jendral Tito Karnavian pada 28 November 2017 menjawab pertanyaan jurnalis mengenai tidak dapat diprosesnya laporan terhadap Viktor Laiskodat.
Kapolri mengatakan, sebenarnya tidak hanya anggota DPR saja yang mempunyai hak imunitas. Ada juga profesi lain yang mempunyai hak imunitas, seperti wartawan, dokter, hingga pengacara.
"Kami kira penyidikan yang bertentangan dengan undang undang dan pernyataan Kapolri akan menjadi preseden buruk bagi wajah Polri. Kami juga menduga penyidikan itu berpotensi memicu reaksi keras dari seluruh anggota legislatif baik dari tingkat DPR, DPRD Provinsi sampai DPRD kabupaten/kota," ucapnya.
Raysidi kemudian menyodorkan sejumlah contoh penghormatan dan pengakuan terhadap hak imunitas anggota legislatif sebagai pembanding. Yaitu, kasus Viktor Laiskodat (anggota DPR-RI) yang dilaporkan atas pidatonya dan dituduh melanggar Pasal 156 KUHP atau UU ITE.
Kemudian, kasus Adian Napitupulu (anggota DPR RI) yang dinilai menghina dan memfitnah Wakil Presiden Jusuf Kalla, pada Mei 2017 dalam orasi politiknya di Taman Ismail Marzuki. Kasus Fadli Zon (anggota DPR RI) pada September 2018 karena dugaan sebar hoaks dalam peristiwa Ratna Sarumpaet.
"Ketiga kasus tersebut hingga saat ini dihentikan penyidikannya oleh karena hak imunitas. Karena itu, kami minta agar kepolisian menghentikan penyidikan dan tuntutan hukum lainnya terhadap Yahdi Basma," ucapnya.
Rasyidi menyatakan, pihaknya sangat mendukung segala bentuk penegakan hukum (due process of law) yang dilakukan aparat penegak hukum sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Bukan dilandasi intervensi ataupun tekanan politik dari pihak-pihak tertentu, karena tindakan penyidikan yang menyalahi hukum akan berimplikasi pada pelanggaran etik profesi yang jelas mempunyai sanksi hukum. (gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang