JAKARTA - Balik diadukan Wa Ode Nurhayati ke Badan Kehormatan (BK) DPR, tak membuat para pimpinan Badan Anggaran (Banggar) panikMereka berpendirian bahwa rapat tertutup di internal Banggar pada 30 Mei 2011 tidak melanggar tatib dan UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
"Kami siap untuk mengklarifikasinya di BK kalau memang itu diperlukan," kata Wakil Ketua Banggar Tamsil Linrung di Jakarta, Senin (20/6)
BACA JUGA: Massa Ancam Gugat KPU Lanny Jaya
Seperti diberitakan, pada 11 Juni, melalui kuasa hukumnya, Nurhayati melakukan pengaduan sekaligus keberatan terhadap sikap tiga pimpinan Banggar
Nurhayati menuding rapat yang digelar para pimpinan Banggar untuk menerima menerima pengaduan masyarakat mengenai dirinya yang dituding terlibat percalonan anggaran penuh rekayasa
BACA JUGA: Suryadharma Ali Tambah Percaya Diri
Selain itu, menurut Nurhayati, Bangar tidak memiliki kewenangan untuk menerima pengaduan daru masyarakat.Tamsil berpendapat lain
BACA JUGA: MK Tolak Gugatan Pemilukada Majene dan Pulau Morotai
"Jangankan secara kelembagaan, anggota dewan secara perseorangan saja bisa menerima pengaduan masyarakatYang penting mereka membawa bukti -bukti dan bisa dipertanggungjawabkan," beber Tamsil.Dia juga memastikan rapat itu bukan rekayasa"Ketika mereka datang, pimpinan Banggar tengah ada rapat terkait agenda pembahasan APBN tahun 2012Akhirnya dilaksanakan secara tertutup, karena yang menerima hanya pimpinan," ujarnyaBahkan, lanjut Tamsil, pimpinan Banggar menyarankan agar para pengadu mengikuti mekanisme lain, seperti BK DPR, termasuk melapor ke KPK.
Wa Ode Nurhayati adalah whistle blower dugaan percaloan anggaran di Banggar dalam kasus Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID)Sebelumnya, dia menuding rapat tertutup itu bagian dari tekanan terhadap dirinyaKarena hasil rapat "bocor" ke tangan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin SaimanDisebut dalam rapat itu, Wa Ode Nurhayati terlibat percaloan anggaran untuk menggolkan anggaran DPID di tiga kabupaten di Aceh dan satu kabupaten di Sulawesi.
Bahkan, Nurhayati dituding menerima feeNamun, penganggaran DPID untuk empat kabupaten itu rupanya gagalTidak sampai disana, MAKI melaporkan persoalan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 10 Juni, lalu.
Kembali hal ini dibantah Tamsil Linrung"Nggak ada yang melakukan presure terhadap diaSaya sendiri menyarankan jangan terlalu banyak berwacana di luar, laporkan saja ke KPKMari dibuktikan," cetus politisi PKS dari dapil Sulawesi Selatan II, itu.
Menurut Tamsil, memang tidak mungkin seluruh daerah menerima alokasi dana DPIDDPR bersama Pemerintah, dalam hal ini, Menteri Keuangan, telah membuat sejumlah kriteriaDi antaranya, tergolong daerah tertinggal, laporan APBD-nya tepat waktu, opini dari BPK bagus alias tidak disclaimer, dan penyerapan anggarannya baik"Saya kira dokumen yang dia (Nurhayati, Red) pegang itu salah," kata Tamsil.
Pada bagian lain, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida mengatakan para oknum anggota parlemen yang dicurigai menjadi mafia anggaran seharusnya segera ditindakMereka, kata Laode, tak boleh dibiarkan bebas serta mendapat perlindungan politik dari partainya.
"Apalagi gaya hidup mereka sangat mewah dan memiliki harta berlebihanAda diantara mereka yang malah sudah menuding oknum lain alias maling teriak maling," sindir senator dari Sulawesi Tenggara, itu.
Menurut Laode, sudah saatnya KPK masuk untuk mengusut para mafioso anggaranKalau KPK mengabaikannya, Laode khawatir aksi para oknum wakil rakyat ini beserta jaringannya akan semakin merajalela dalam merampok uang negara dan merusak moralitas bangsaDi lain sisi, kredibilitas KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi produk reformasi akan merosot. "Parlemen merupakan wajah rakyatSehingga, semua praktik mafia atau perilaku kotor dari para penghuninya sama seperti menaburkan kotoran berbau busuk di wajah rakyat," kata Laode(pri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demokrat Ingatkan Kasus Ruyati Tidak Dipolitisasi
Redaktur : Tim Redaksi