jpnn.com, JAKARTA - Plastik menjadi bahan yang paling populer di dunia. Penggunaannya meningkat 20 kali lipat dalam 50 tahun terakhir. Meskipun permintaan terus meningkat, berdasarkan laporan World Economic Forum (WEF), hanya 5 persen dari plastik didaur ulang dengan efektif, sementara 40 persen berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, dan sisanya berakhir di ekosistem seperti lautan.
Pengelolaan sampah jika tidak mulai dilakukan sejak sekarang, maka diprediksi tahun 2050 di lautan akan lebih banyak jumlah limbah plastik daripada ikan yang hidup di dalamnya.
BACA JUGA: Cintai Bumi, Hentikan Sampah Plastik
Dini Trisyanti, Direktur Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengatakan melawan polusi sampah plastik dapat dilakukan dengan mengoptimalkan potensi nilai ekonomisnya. Salah satu caranya adalah melalui proses daur ulang.
“Industri daur ulang plastik saat ini telah berkembang di Indonesia, terutama untuk jenis plastik yang memiliki nilai ekonomis seperti PET dan PP. Tingkat daur ulang keduanya mencapai di atas 50 persen. Sesungguhnya sampah memiliki nilai ekonomi jika terkelola dengan baik,” ujar Dini dalam diskusi Kopi Sore bersama AQUA di Cikini, Jakarta, Selasa (24/4).
BACA JUGA: Keren! Naik Suroboyo Bus Bayar dengan Sampah Plastik
Ia menilai daur ulang sangat penting sebagai tahapan penerapan model ekonomi circular yang dipandang dapat melawan sampah plastik. Rantai daur ulang menjadi kunci utama dalam penerapan ekonomi circular.
“Dengan melakukan daur ulang sampah plastik, menggunakan kembali produk daur ulang sehingga dapat mengurangi penumpukan sampah di TPA. Model ini juga memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat serta dapat mendukung industry-industri pengolahan sampah,” katanya.
BACA JUGA: Menteri LHK Bakal Terbitkan Aturan Baru soal Sampah Plastik
Dalam kesempatan itu, Dini memaparkan hasil kajian SWI pada 2017 tentang Analisis Arus Limbah Indonesia, Rantai Nilai dan Daur Ulang. Terlihat bahwa presentasi sampah kota di Indonesia, sebanyak 60 persen adalah sampah organik, 14 persen adalah sampah plastik, 9 persen sampah kertas, 4,3 persen metal dan 12,7 persen sampah lainnya (kaca, kayu dan bahan lainnya).
SWI juga memetakan manajemen pengelolaan sampah yang diterapkan di sejumlah kota, bekerjasama dengan sejumlah asosiasi dan komunitas masyarakat, diantaranya Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), Asosiasi Bank Sampah Indonesia (ASOBSI) dan Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI).
Dalam memperkuat analisis, SWI melakukan studi lapangan di Jakarta sebagai representasi kota besar, dan Ambon sebagai representasi kota kecil di Indoensia, disertai interview di sejumlah toko barang bekas.
Pengelolaan sampah di Indonesia sendiri telah diatur dalam UU No 18 Tahun 2008. Meski demikian, masih terdapat kendala dalam implementasi pengelolaan sampah.
Sebagai bagian dari otonomi daerah, pengelolaan sampah berada dibawah yurisdiksi pemerintah daerah baik di tingkat kota maupun kabupaten. Namun, pengelolaan yang tidak sempurna akan berdampak secara nasional bahkan menjadi persoalan global seperti temuan sampah plastik di lautan.
Oleh karena itu, data yang akurat diharapkan akan menjadi acuan dalam menyusun kebijakan, mengembangkan solusi dan perencanaan teknis yang tepat sasaran dan berpihak pada lingkungan.
Selanjutnya diperlukan sinergi untuk mendapatkan solusi yang efektif dalam mengelola sampah plastik. Permasalahan ini pada akhirnya dapat diselesaikan jika seluruh pihak memberikan kontribusi nyata.
Model Ekonomi Sirkular
Sustainable Development Director Danone Indonesia, Karyanto mengatakan circular ekonomi menekankan pada rantai daur ulang sampah, terutama kemasan plastik.
“Kami (Danone AQUA) percaya, kemasan plastik dapat diolah kembali menjadi bahan baku. Oleh karena itu, saat ini kami sedang menuju perusahaan yang 100 persen circular,” katanya.
“Kami menargetkan, pada 2030 semua plastik yang kita produksi dapat digunakan kembali, sehingga tidak ada yang terbuang,” ujar Karyanto.
Secara bertahap, AQUA melakukan optimalisasi berat kemasan untuk meminimalkan penggunaan bahan baku.
Danone-AQUA berambisi membangun model ekonomi sirkular dengan mengambil kembali lebih banyak sampah plastik dari yang dihasilkan pada tahun 2030, untuk berkontribusi menyelesaikan permasalahan sampah di Indonesia. Komitmen tersebut telah mulai dijalankan sejak 1993 melalui program AQUA Peduli.
Danone-AQUA juga membangun 6 Unit Bisnis Daur Ulang/Recycling Business Unit (RBU) di Tangerang Selatan, Bandung, Bali dan Lombok dengan total kapasitas kelola sampah sebesar 12.000 ton/tahun.
Dengan dukungan Danone-AQUA, RBU ini membangun fasilitas klinik kesehatan dimana para pemulung dapat berobat gratis dan juga mendapatkan akses BPJS. Untuk sampah laut, Danone-AQUA menginisiasi pengangkutan sampah kemasan plastik dari Pulau Untung Jawa di Kepulauan Seribu, yang kemudian dikelola kembali menjadi produk fashion, bekerjasama dengan H&M.
Selain itu, Danone-AQUA juga merupakan pendiri PRAISE (Partnership and Recycling Association for Indonesia Sustainable Environment) dengan 5 perusahaan lainnya, yang bertujuan membangun advokasi atas pengelolaan sampah kemasan dan mendorong sinergi semua pemangku kepentingan untuk menciptakan solusi yang efektif.(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masih Ada 50 Ton Sampah di Muara Angke
Redaktur & Reporter : Friederich