Lee Kuan Yew Berwasiat untuk Hancurkan Rumahnya

Lebih Baik Jadi Gedung Bertingkat daripada Bernasib seperti Rumah Shakespeare

Sabtu, 22 Januari 2011 – 15:05 WIB

RUMAHKU istanakuUngkapan itu hanya berlaku bagi Lee Kuan Yew selama dia hidup

BACA JUGA: FBI Ringkus 127 Gangster

Bapak Bangsa Singapura itu tidak ingin tempat tinggalnya tetap tegak berdiri setelah dia meninggal dunia
Kemarin (21/1), pernyataan yang tertuang dalam buku Lee Kuan Yew: Hard Truths to Keep Singapore Going itu dipublikasikan.

"Saya sudah minta kepada kabinet (Singapura) untuk membongkarnya jika saya meninggal dunia," papar politikus 87 tahun tersebut tentang kediamannya, dalam wawancara dengan harian The Straits Times

BACA JUGA: Tak Ada WNI Korban Banjir di Brazil-Australia



Menurut dia, rumah yang turut menjadi saksi bisu kelahiran Singapura tersebut akan jauh lebih bermanfaat jika dibongkar
Dengan demikian, lahan bekas rumahnya bisa digunakan untuk mendirikan bangunan lain yang dibutuhkan

BACA JUGA: Tunisia Rusuh, Kemlu Laporkan WNI Aman



Lee mengaku kurang suka dengan ide menjadikan kediamannya situs sejarahDia tidak ingin rumah di Oxley Road 38 itu bernasib sama dengan kediaman tokoh-tokoh dunia lainnyaYakni, tidak terawat"Saya sudah melihat contohnyaRumah NehruRumah ShakespeareDalam waktu singkat, rumah-rumah itu terlihat usang," paparnya merujuk pada bekas hunian pahlawan kemerdekaan India Jawaharlal Nehru dan sastrawan Inggris William Shakespeare.

Bapak tiga anak itu yakin, jika dijadikan situs sejarah, rumahnya akan bernasib jauh lebih buruk dari bekas kediaman Nehru atau ShakespeareSebab, kini, tempat tinggalnya yang sudah berusia lebih dari satu abad itu tak kokoh lagiBeberapa kerusakan kecil juga tampak di sudut-sudut rumah"Hampir semua dinding di hunian saya yang luas dan dilengkapi lima kamar tidur serta tiga kamar tambahan itu retak," kata Lee seperti dikutip Agence France-Presse

Lebih lanjut, ayah Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong itu mengatakan bahwa anak-anak atau cucu-cucunya tidak akan merindukan rumah gaya kolonial tersebutLee pun mengaku tidak punya ikatan batin atau emosional yang kuat dengan hunian bercat putih tersebutSebab, dia tidak membangun sendiri rumah ituPada 1940an, dia membeli rumah itu dari seorang pedagang YunaniSampai sekarang pun, Lee masih tinggal di rumah tersebut

"Saya rasa, anak perempuan atau anak-anak lelaki saya tidak akan menangis jika nantinya, rumah masa kecil mereka dibongkarMereka punya cukup banyak foto rumah tersebut dan semua itu cukup mampu membangkitkan kenangan indah mereka di sana," ungkap Lee

Selain kenangan pribadi dengan keluarga, dia mengatakan bahwa rumah tersebut juga menyimpan banyak kenangan sejarahSebab, rapat-rapat penting Partai Aksi Rakyat (PAP) pra kelahiran Singapura juga terjadi di sanaTepatnya di basement.   

Memang tidak banyak buku atau media yang merangkum aktivitas PAP di kediaman Lee sebelum Singapura berdiri pada 3 Juni 1959Tapi, buku Men In White: The Untold Story Of Singapore"s Ruling Political Party sempat mengulasnyaKonon, di pengujung 1954, Lee dan sekitar 20 tokoh PAP lainnya, termasuk Dr Toh Chin Chye, selalu menggelar rapat pada hari SabtuRapat serius itu berlangsung selama tiga jamBiasanya, dimulai dari pukul 14.30 dan baru berakhir pada 17.30

Di sela launching buku kemarin, Lee menegaskan bahwa keputusannya untuk membongkar tempat tinggal bersejarah tersebut akan mendapatkan dukungan publikTerutama, para tetangganya"Gara-gara berdekatan dengan rumah saya, para tetangga tidak bisa mendirikan bangunan yang lebih tinggi dari tempat tinggal saya tersebutKini, dengan membongkar rumah saya, pemerintah setempat bisa mengubah konsep tata kotaSilakan membangun gedung bertingkat," katanya bijak(hep/ami)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pertemuan Lombok jadi Pembuka Agenda ASEAN 2011


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler