JAKARTA - Lembaga penyiaran baik televisi maupun radio dinilai kebablasan dalam siaran niagaKedua media elektronik itu disebut lebih mengutamakan sisi komersil ketimbangan informasi untuk publik.
"Dalam UU Penyiaran disebutkan siaran niaga maksimal 20 persen, selebihnya informasi publik
BACA JUGA: Daerah Belum Siap Dana Otsus Distop
Yang terjadi sekarang siaran niaga lebih dari itu, bahkan ada salah satu TV yang iklannya 50 persen lebih," kritik Tamtowi Yahya dalam RDP dengan KPI, TVR, dan RRI di Gedung Senayan, Senin (6/12).Politisi Golkar ini juga mengkritisi lembaga penyiaran yang muatan asingnya lebih banyak dibanding lokal
"UU Penyiaran sudah jelas semua lembaga penyiaran tanpa terkecuali harus menggunakan bahasa Indonesia dan membatasi penyiaran asing
BACA JUGA: Pemerintah Ingin Akhiri Dana Otsus
Di Malaysia saja, mereka melarang ada siaran Indonesia karena khawatir tersaingiDalam RDP itu, Ketua KPI Dadang Rahmat Hidayat mengakui bahwa beberapa stasiun televisi memang lebih banyak iklannya dibanding siaran publik
BACA JUGA: RI Tempatkan Atase di Jordania dan Suriah
Sementara untuk radio, Dadang menyebut ada satu stasiun radio di Bandung dengan materi siaran seluruhnya berbahasa Mandarin."Kami sebenarnya mau menindak tapi di dalam undang-undang penyiaran tidak ada sanksinyaDi dalamnya hanya disebutkan kewajiban lembaga penyiaran saja, sedangkan sanksinya tidak adaKarena itu kalau ingin KPI bertindak tegas, regulasinya harus jelas," terangnya.
Kesulitan KPI yang lain, tambahnya, karena tidak adanya fasilitas memadai untuk mengukur berapa jumlah iklan yang dimuat masing lembaga-lembaga penyiaran(Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oman Tolak Pembentukan Atase RI
Redaktur : Tim Redaksi