jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan perubahan arus politik di dalam dan luar negeri harus menjadi momentum untuk memperkuat dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan, dalam upaya menjawab sejumlah tantangan yang dihadapi anak bangsa saat ini dan masa datang.
Sebab, pasca-76 tahun Indonesia merdeka, kehidupan bangsa Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan bidang politik baik secara internal, kawasan maupun global.
BACA JUGA: Pemaparan Surya Paloh Soal Elite Politik Menarik Disimak
"Perlu langkah yang segera untuk menjawab berbagai tantangan tersebut," kata Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Tantangan Politik 76 Tahun Indonesia Merdeka yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (25/8).
Diskusi tersebut menghadirkan sejumlah pembicara antara lain Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme/BNPT Brigjen Pol. R Ahmad Nurwakhid, Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial, CSIS Arya Fernandez.
BACA JUGA: Ferdinand Kaget Mahfud MD Disebut Merestui Deklarasi FPI Versi Baru
Selain itu juga hadir Dr. Connie Bakrie (Pakar Pertahanan dan Keamanan), Dr. Zora Sukabdi (Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia), dan Milda Istiqamah, Ph.D (Pakar Terorisme, Dosen Hukum Univ Brawijaya) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, selain pandemi saat ini perkembangan teknologi juga memengaruhi dinamika politik nasional. Ditambah lagi era disrupsi tidak hanya menyebabkan distorsi informasi, juga mempengaruhi pola pikir anak bangsa.
BACA JUGA: HNW Sebut Hukuman Ini Pantas untuk Muhammad Kece, Tersangka Penistaan Agama
"Oleh karena telah terjadi transformasi dalam ruang publik yang melampaui sekat identitas dan batas negara," ucap anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu.
Menurut Rerie -sapaan Lestari, politik dan politisi mesti mengoptimalkan ekosistem digital dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan berhadapan dengan ragam tantangan yang tak hanya menyasar kehidupan sosial, tetapi juga ideologi berbangsa.
Menghadapi kondisi itu, diperlukan penguatan di bidang politik dan nilai-nilai kebangsaan secara menyeluruh di setiap elemen bangsa untuk menghadapi arus perubahan yang sulit terbendung.
Sementara itu, Brigjen Pol. R Ahmad Nurwakhid mengungkapkan aksi-aksi terorisme tidak bisa terlepas dari paham radikalisme yang saat ini berkembang di dunia.
Kemenangan Taliban di Afghanistan menurut dia akan menjadi resonansi terhadap sejumlah gerakan yang mengedepankan paham radikalisme yang ada di Indonesia.
Diakui Ahmad, pola-pola pergerakan Taliban mirip dengan kelompok-kelompok teroris yang ada saat ini.
Berdasarkan survei BNPT bekerja sama dengan Alvara, ungkap Ahmad, indeks potensi radikalisme Indonesia pada 2020 tercatat 12,2 persen dari jumlah penduduk dan 85 persennya adalah kelompok milenial.
Ciri-ciri potensi radikalisme yang dipakai dalam survei tersebut, jelasnya, adalah pro paham khilafah, intoleran dan eksklusif, antibudaya/kearifan lokal keagamaan dan anti pemerintahan yang sah.
Menurut Ahmad, kesiapsiagaan nasional untuk memperkuat ideologi kebangsaan harus diwujudkan, karena akar masalah radikalisme ini adalah ideologi yang menyimpang.
"Bentengi 87,8 persen penduduk Indonesia yang belum terpapar radikalisme dengan vaksin ideologi kebangsaan yang kuat agar imun atau kebal terhadap serangan paham-paham transnasional," tegas Ahmad.
Anggota Komisi 1 DPR RI Muhammad Farhan menyebut prioritas politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pada 2019-2024 antara lain adalah penguatan diplomasi ekonomi, perlindungan yang lebih baik terhadap WNI di luar negeri.
Selanjutnya, menjaga kedaulatan dan integritas negara- bangsa, meningkatkan kontribusi kepemimpinan Indonesia di kawasan dan dunia, serta mewujudkan reformasi birokrasi sebagai penguatan infrastruktur diplomasi.
Saat ini, menurut Farhan, dari sisi politik isu-isu aktual yang harus dihadapi Indonesia adalah diplomasi bidang kesehatan, perlindungan WNI di luar negeri, konflik Laut Cina Selatan, pergantian pemerintahan di Afganistan serta kebijakan politik luar negeri Indonesia pasca-Covid-19. (*/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam