jpnn.com, JAKARTA - Beberapa kendala yang terjadi dalam proses hukum kasus tindak kekerasan seksual harus menjadi masukan untuk dikaji dan dirumuskan dalam proses legislasi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Sosialisasi penting dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait tindak kekerasan seksual.
BACA JUGA: Ketua MPR Apresiasi Badan Antidoping Dunia yang Cabut Sanksi untuk Indonesia
"Semua pihak berharap hadirnya UU TPKS dapat menjawab kebutuhan dan kepentingan korban tindak kekerasan seksual yang semakin meningkat dan dengan modus yang beragam," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat pada Sabtu (5/2).
Sejumlah potensi hambatan pada proses hukum dalam penanganan kasus tindak kekerasan seksual saat ini, menurut Lestari, sangat beragam.
BACA JUGA: Lestari Moerdijat: Imlek jadi Momen untuk Kendalikan Penyebaran Covid-19
Mulai relasi kuasa antara pelaku dan korban, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, hingga pemahaman yang tidak memadai dari para korban terkait tindak kekerasan seksual yang terjadi.
Sejumlah kasus dugaan tindak kekerasan seksual yang terkuak beberapa bulan terakhir, tambah Rerie, memperlihatkan sejumlah hambatan akibat yang diduga pelakunya adalah atasan, pengajar, paman, atau ayah korban.
BACA JUGA: Lestari Moerdijat: Masyarakat Harus Meningkatkan Optimisme untuk Bisa Bangkit
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menuturkan, terduga pelaku tindak kekerasan seksual memiliki kekuasaan yang cukup besar bisa mengerahkan massa untuk menggagalkan proses hukum yang sedang berjalan.
Di sisi lain, jelas Rerie, pemahaman masyarakat terkait tindak kekerasan seksual masih terbilang rendah.
Yang memprihatinkan, ruang publik dalam pekan-pekan terakhir ini malah diwarnai beredarnya informasi yang salah tentang tindak kekerasan seksual.
Seorang figur publik lewat media sosialnya malah menyarankan tindakan yang dikategorikan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak perlu dilaporkan ke pihak berwajib.
Akhirnya, figur publik itu meminta maaf kepada masyarakat atas saran tersebut.
Sejumlah peristiwa terkait tindak kekerasan yang terjadi di tengah masyarakat itu, tegas Rerie, harus mampu diatasi oleh produk Undang-Undang TPKS yang saat ini dalam pembahasan.
Selain persiapan perangkat hukum yang menyeluruh, ujar Rerie, para pemangku kepentingan wajib meningkatkan pemahaman masyarakat terkait tindak kekerasan seksual lewat berbagai bentuk sosialisasi yang mudah dipahami.
Agar lahirnya UU TPKS kelak, tegas Rerie, diimbangi dengan pemahaman masyarakat yang benar terkait berbagai tindak kekerasan seksual yang terjadi di tengah masyarakat. (mrk/jpnn)
Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi