jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyoroti kekerasan seksual di Indonesia.
Dia menilai negara bertanggung jawab untuk kejahatan kekerasan seksual.
BACA JUGA: Polri Tangkap Dokter Lois, Bang Edi Singgung Soal Keresahan Masyarakat
Untuk itu perlu ada aturan perundang-undangan yang jelas, agar kekerasan seksual dapat dihentikan.
Menurut Moerdijat, Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang sedang dalam proses pengkajian di Baleg DPR merupakan bagian dari tanggung jawab negara untuk menangkal terjadinya kekerasan seksual di Indonesia.
BACA JUGA: Katib Aam PBNU ke Amerika Serikat Membicarakan isu Penting
"Saya berharap proses pembahasan RUU PKS berjalan lancar agar dapat segera disahkan menjadi undang-undang pada tahun ini," ujar Lestari Moerdijat atau Rerie dalam keterangannya di Jakarta, Senin (12/7).
Ririe lebih lanjut mengatakan Fraksi Partai NasDem DPR RI berkomitmen untuk terus mengawal proses pembahasan RUU tersebut agar segera dapat disahkan menjadi undang-undang.
BACA JUGA: Layak Enggak Kompleks Parlemen Jadi RSD COVID-19? Begini Hasil Peninjauan Dasco
Menurut dia, lobi-lobi di tingkat fraksi harus intens dilakukan untuk memberikan pemahaman yang utuh terkait pasal-pasal yang masih menimbulkan perbedaan pendapat.
"Perbedaan pendapat dan pandangan dalam pembahasan sebuah RUU itu hal biasa."
"Perbedaan itu diharapkan mengerucut pada titik temu, bukan untuk menggagalkan pembahasan beleid itu," ucapnya.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mengakui bahwa fraksi-fraksi di DPR RI sudah memahami pentingnya kehadiran UU PKS.
Diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk dukungan politik untuk menyetujui RUU tersebut menjadi undang-undang yang akan berlaku sebagai hukum positif di Indonesia.
Menurut dia, kasus kekerasan seksual selama ini terus meningkat dari tahun ke tahun.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) mencatat kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada 2020, yakni lebih dari 7 ribu kasus.
"Sedangkan pada tahun yang sama, total kasus kekerasan pada anak dan perempuan mencapai 11 ribu lebih kasus," katanya.
Kemudian berdasarkan pelaporan pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) 2021 hingga 3 Juni 2021, terdapat 3.122 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.(Antara/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur & Reporter : Ken Girsang