jpnn.com, BALI - Dua kali letusan besar Gunung Agung yang terjadi Minggu (26/11) malam diprediksi hanya sebagai letusan awal. Letusan yang sebenarnya, atau erupsi eksplosif alias letusan dahsyat bisa terjadi setiap saat.
Gejala itu mulai tampak dengan munculnya gempar tremor terus menerus (microtremor) dan tremor harmonik sejak Minggu pukul 24.00 hingga Senin pukul 18.00.
BACA JUGA: Penasaran, Warga Nekat ke Lokasi Aliran Lahar Gunung Agung
Ketinggian asap vulkanik mencapai 3.000 meter di atas puncak. Asap vulkanik terlihat warna kelabu dengan intensitas tebal dan bertekanan sedang.
Senin pagi hingga siang hari sebaran asap condong ke arah timur dan barat daya. Sementara pada Senin sore beralih ke arah barat daya dan barat.
BACA JUGA: Awas! Letusan Utama Gunung Agung Diprediksi 1 Bulan Lagi
Yang mengejutkan, jika melihat perkembangan hinga Senin sore, di mana volume asap vulkanik membesar, maka ketinggian bisa sampai 5 ribu meter.
Narasumber Kebencanaan Dan Mitigasi Bencana Kementerian Pekerjaan Umum, Lesto Prabhancana mengaku, sudah melihat bentuk kepulan serta warna dan intensitas gulungan asap yang terus menerus membesar.
BACA JUGA: Gunung Agung Awas, Jalur Lahar Malah Menyempit
Tekananannya pun semakin lama semakin cepat. Hal itu menurutnya berarti fase perapuhan sudah semakin mencapai keseluruhan. Semakin banyak daerah yang rapuh karena banyak tekanan keluar. Gempa menurun berarti hambatan sudah berkurang. Gempa tremor berarti aktivitas magmatik sudah di permukaan.
Gempa hembusan dan harmonik berarti sudah melewati permukaan. Adanya cahaya terang Minggu malam menunjukkan bahwa magma sudah keluar dari kawah. “Dengan demikian Gunung Agung masuk ke fase erupsi utama,” papar Lesto.
Menurut Lesto, yang perlu diwaspadai setelah gas membuka jalur otomatis magma yang begerak naik. Magma panas tinggi bertemu temperatur di luar maka terjadi letusan eksplosif besar. “Kalau saya lihat gambar yang dimiliki teman-teman, sudah muncul jatuhan material berat. Sebelumnya abu, kemarin sudah campur material kasar, seperti batu pasir dan kerikil,” jelasnya.
Lesto juga mengingatkan bahaya banjir bandang akibat jebolnya aquiver atau tempat penampungan atau tangkapan air di sekeliling puncak gunung. Aquiver ini juga yang selama ini menjadi sumber mata air atau sumur bagi warga di sekitar gunung.
Nah, dengan gempa terus menerus selama ini, serta dorongan magmatik yang suhunya mencapai 3.000 derajat celcius, dikhawatirkan aquiver retak lantas jebol. Jika itu terjadi, maka tidak hanya awan panas, maka lahar panas juga menjadi ancaman serius warga di lereng Gunung Agung.
“Kalau aquiver jebol, maka letusan tidak hanya ke atas saja. Tapi juga bisa ke samping yang merupakan jalan retakan aquiver,” beber pria asal Jogjakarta itu. (rb/san/mus/mus/jpr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Gelar Ritual Khusus Sambut Lahar Dingin Gunung Agung
Redaktur & Reporter : Adek