jpnn.com, JAKARTA - SKK Migas dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) yakin melalui usaha-usaha yang akan dilakukan setelah masa alih kelola, bisa mengantarkan produksi Blok Rokan meningkat.
Namun, usaha ini membutuhkan dukungan semua pihak karena membutuhkan waktu dan usaha untuk pencapaiannya.
BACA JUGA: Pertamina Sebut Estafet Pengelolaan Kondusif Berdampak Positif untuk Proses Produksi Blok Rokan
Wakil Kepala SKK Migas Fatar Yani Abdurrahman mengatakan, pandemi Covid-19 telah memukul seluruh industri.
“Kinerja hulu migas yang dapat dijaga, memberikan kontribusi yang besar pada penerimaan negara yang saat ini sangat membutuhkan pembiayaan dalam penanggulangan Covid-19,” kata Fatar.
BACA JUGA: Pupuk Indonesia Gerak Cepat Dalam Menindaklanjuti Hasil Temuan BPK
Menurut dia, blok migas yang berkontribuasi paling lama di Indonesia dan masih memiliki potensi yang menarik adalah Blok Rokan.
Nasib Blok Rokan tersebut telah ditentukan sejak 2018. Saat itu masih top producer sehingga proses transisi dimulai dalam waktu yang panjang.
BACA JUGA: Cerita Nakes Selama Pandemi, Rindu Keluarga Hingga Kucing Kesayangan
“Maka transisi yang panjang ini dapat dilakukan secara seamless dan tidak ada kendala. Blok Rokan juga memiliki potensi cadangan dalam bentuk unkonvensional. Sumur yang paling banyak dioperasikan di Rokan, ada 10 ribu sumur, yang beroperasi saat ini sekitar 8 ribuan,” ujarnya.
Menurut Fatar, strategi dalam pengelolaan blok Rokan pasca transisi untuk jangka pendek pada 2021 adalah mempertahankan produksi dan transisi yang sukses ke PHR, periode 2022-2025 adalah upaya peningkatan produksi dengan investasi yang signifikan termasuk telah berproduksinya Chemical EOR di Minas.
Jangka panjang pada 2026 adalah produksi yang tinggi sesuai long term plan (LTP) PHR Rokan.
Jaffee Arizon Suardin, Direktur Utama PHR, menyampaikan ucapan terima kasih atas dukungan dan kontribuasi SKK Migas dalam proses alih kelola.
Dengan dukungan dari SKK Migas tersebut, proses alih kelola ini menjadi lebih pasti dan ada jaminan, hal ini bisa dilihat proses saat ini yang dirasakan sangat membantu ketika dikelola oleh PHR.
“Pengeboran adalah salah satu upaya menjaga produksi blok Rokan, dari target 192 sumur yang tadi disampaikan Wakil Kepala SKK Migas tadi, yang tidak bisa direalisasikan oleh existing operator akan dilanjutkan oleh PHR, termasuk sumur-sumur yang direncanakan oleh PHR. Kami perkirakan dengan asumsi 70 sumur belum bisa diselesaikan saat alih kelola, jumlah sumur yang bisa dibor sampai Desember 2021 akan mencapai sekitar 164 sumur,” kata Jaffe.
Jaffee mengatakan Blok Rokan berbeda dengan blok lainnya karena menyumbang 24 persen produksi minyak nasional. Serta ada 104 lapangan yang tersebar dari utara sampai ke selatan.
“Ini yang harus kita manage agar produksi bisa dipertahankan. Ada sembilan bidang prioritas alih kelola. Kami akan teruskan apa yang belum diselesaikan, mulai 9 Agustus yang tujuannya agar pada 2021 jumlah sumur tidak kurang sesuai rencana,” ungkap Jaffee.
Mantan Deputi Perencanaan SKK Migas itu juga mengatakan, PHR akan mengebor dan menyiapkan resources untuk 161 sumur dengan asumsi 77 sumur yang belum sempat diselesaikan oleh eksisting operator.
Saat ini, persiapan terus dilakukan. Pertamina sudah menyiapkan sekitar 16-17 rig dan material.
Bahkan, rig dan material tersebut bisa digunakan sebelum 9 Agustus untuk bisa membantu sumur yang sedang dikerjakan eksisting operator. “Tujuannya agar proses alih kelola ini bisa jalan lancar tanpa gangguan,” tukasnya.
Menurut Jaffee, Pertamina berkomitmen untuk menggali semua potensi yang ada secara masif, agresif, dan efisien. Serta menyiapkan tidak hanya sumur yang dibor pada 2021, namun juga pada 2022. “Bukan mengejar jumlah sumur, maunya jumlah sumur paling sedikit tapi produksi paling besar. Di blok ini memang dibutuhkan sumur yang banyak,” ungkapnya.
Sementara itu, Hadi Ismoyo, Sekjen IATMI yang juga Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana, menyoroti pemberian hak partisipasi 10% ke daerah melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), termasuk di Blok Rokan nantinya.
“Tantangannya, di antaranya diperlukan profesional migas untuk melaksanakan tata kelola PI 10%. BUMD pengelola harus slim dan agile, serta cepat dalam membuat dan mengolah keputusan strategis,” kata Hadi.
Menurut dia, tantangan yang ada saat ini adalah adanya fakta di lapangan banyak PI 10% dengan berbagai sebab belum diselesaikan atau belum diberikan ke BUMD sesuai amanat Permen 37, baik sebab teknis dan non-teknis.
Selain itu, sosialisasi belum menyentuh akar semangat PI 10% yang menyangkut ada hak dan kewajiban masing masing pihak.
Ada pula leak off komunikasi antara operator dan BUMD karena level pemahaman yang berbeda.
“Saya berharap untuk BUMD Riau yang akan mengelola PI dikelola secara profesional dan mampu menjadi mitra PHR. Dikelola secara profesional dengan tetap memberikan ruang bagi keikutsertaan stakeholders di daerah secara bertahap. Selain itu selain pemasukan sebagai PAD, juga untuk meng-generate potensi lainnya agar usaha BUMD Riau semakin berkembang,” tutur Hadi.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menko Airlangga Yakin Masih ada Sinyal Positif Indikator Ekonomi Dalam Negeri
Redaktur & Reporter : Yessy