jpnn.com, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla meyakini cuti bersama Lebaran 2018 atau libur Lebaran yang panjang justru akan menggerakan ekonomi terutama di daerah.
JK mengungkapkan perekonomian tetap akan jalan karena pasar dan mal tetap akan buka. Bahkan bisa jadi akan semakin ramai karena liburan panjang tersebut.
BACA JUGA: Pelayanan SIM Selama Lebaran Libur?
Pemerintah memang tetap memastikan bahwa cuti bersama Lebaran tahun ini tetap tujuh hari. Ditambah dengan dua hari libur Lebaran dan Sabtu dan Minggu total 12 hari libur non stop.
Kebijakan pemerintah menetapkan libur 12 hari non-stop menuai pro kontra. Bagi sebagian pengusaha ini cukup berdampak. Perusahaan tidak punya cukup waktu untuk mempersiapkan diri karena pengumuman terlalu mepet.
BACA JUGA: Menhub Berharap Cuti Bersama Lebaran 2018 Tetap 7 Hari
Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Solo Lilik Setiawan mengatakan bahwa kebijakan pemerintah terkesan tidak dipersiapkan dengan matang. Buktinya kebijakan tersebut dilakukan berdekatan dengan Ramadan dan Lebaran. Kondisi ini membut pengusaha bingung.
“Sebenarnya untuk penambahan libur panjang menjadi 12 hari tidak masalah jika direncanakan dengan matang dan disosialisasikan tiga bulan sebelumnya. Karena yang paling berdampak adalah industri manufaktur. Khususnya industri tekstil yang beroperasi selama 24 jam,” ujarnya, seperti diberitakan Radar Solo (Jawa Pos Group).
BACA JUGA: Pakai Mobil Dinas untuk Mudik, ini Penjelasan MenPAN-RB
Imbas paling kentara kata Lilik adalah adanya peningkatan penambahan biaya tenaga kerja bisa membengkak hingga 100 persen. Karena termasuk ke dalam kategori lembur yang harus dibayar dua kali lipat.
Ditambah lagi kebijakan semacam ini akan diikuti dengan kebijakan dari Kementerian Perhubungan terkait larangan kendaraan berat melintas di jalur utama selama Lebaran. Kondisi ini jelas akan berdampak pada penambahan biaya logistik.
“Dengan adanya perubahan yang tiba-tiba ini tentunya akan mengacaukan seluruh rencana kerja dan delivery time dari produk, khususnya ekspor akan terganggu. Bagaimana kita harus menggenjot ekspor kalau pemerintah justru menghambatnya,” ujarnya.
Sebetulnya yang dibutuhkan industri adalah perencanaan yang baik. Sehingga semua tidak serba mendadak di waktu-waktu terakhir. Sebab, dampak kebijakan yang berubah akan sangat luas. Meski secara kerugian belum bisa diperkirakan, dari segi upah saja sudah 200 persen.
”Yang jelas ini sangat merugikan terhadap rencana blueprint making Indonesia 4.0 dalam menggenjot ekspor,” jelasnya. (ves/bun)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Soal Cuti Lebaran, Ketua DPR: Makin Lama Makin Baik
Redaktur & Reporter : Soetomo