jpnn.com - JAKARTA – Harga minyak mentah dunia hingga tahun depan diprediksi stabil di kisaran USD 40–USD 50 per barel. Rendahnya harga itu membuat kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas di Indonesia lesu darah.
Lantaran harga minyak tidak ekonomis, kontraktor enggan melakukan eksplorasi untuk menemukan cadangan minyak yang baru. Akibatnya, lifting migas diyakini terus menurun sekitar 100 ribu barel per hari.
BACA JUGA: BTPN Targetkan 100 Ribu Agen Laku Pandai
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi menyatakan, lifting minyak tahun depan anjlok menjadi 780 ribu barel per hari (bph). Padahal, hingga akhir tahun ini lifting diperkirakan berada di kisaran 820 ribu bph.
Berdasar data SKK Migas dan KKKS, jika tidak ditemukan cadangan baru, lifting minyak nasional pada 2020 diprediksi hanya 480 bph atau separo lifting tahun ini. Penurunan produksi terkait tuanya sumur-sumur minyak yang kini masih berproduksi.
BACA JUGA: Investor Kecil Minati Sukuk Tabungan
Selain itu, KKKS mengurangi kegiatan sehingga tidak ada proyek baru yang onstream hingga 2020. ’’Tahun depan KKKS masih mengurangi kegiatan,’’ katanya.
Untuk gas, penurunannya tidak setajam minyak bumi. Alasannya, banyak proyek baru yang dikerjakan tahun ini. Antara lain, Blok Masela dan Blok Natuna.
BACA JUGA: Deklarasi Aset Tembus Rp 11,38 Triliun
Tahun depan lifting gas diasumsikan sama dibandingkan tahun ini, yakni 1.150 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD). Hingga 2020 lifting gas diprediksi hanya 1.100 ribu BOEPD.
Amien menambahkan, anjloknya lifting minyak juga terkait dengan 35 wilayah kerja (WK) migas yang kontraknya berakhir sampai 2026. Proses transisi ke operator baru seperti di Blok Mahakam dan Blok Sanga-Sanga di Kalimantan ikut menyumbang penurunan.
SKK Migas mengakui, target kerja mereka tidak mencegah pengurangan lifting, melainkan menjaga supaya anjloknya lifting tidak terlalu tajam. ’’Pada 2017 ditargetkan ada empat proyek baru yang onstream,’’ jelasnya.
Dari proyek itu, ada kontribusi produksi minyak sampai 6.180 bph dan 316 juta kaki kubik gas. KKKS yang ikut dalam rapat juga memberikan kesaksian bahwa masalah utama anjloknya lifting adalah lapangan yang sudah tua. Dibutuhkan investasi tambahan agar lifting bertahan seperti target tahun ini.
Namun, anjloknya harga minyak dunia membuat skala keekonomian investasi baru rendah. Karena itu, KKKS tahun ini lebih banyak merawat sumur dibandingkan menggali sumur baru.
’’Penurunan alamiah di PHE ONWJ 17 persen per tahun. Banyak pengeboran yang tidak bisa dilakukan karena tak ekonomis,’’ kata GM Pertamina Hulu Energi ONWJ Irwansyah.
Komisi VII DPR menilai SKK Migas memberikan target rendah kepada KKKS tahun ini. Contohnya, ExxonMobil di Blok Cepu yang hanya ditarget 165 ribu bph. Padahal, perusahaan mampu berproduksi 200 ribu bph.
Namun, Amien menegaskan tidak ada niatan buruk SKK Migas mematok target lebih rendah. ’’Tidak menguntungkan dinaikkan sekarang,’’ jelasnya.
Dia menyebut ExxonMobil memang bisa lebih tinggi karena kini terkena domestic market obligation (DMO) holiday untuk WK baru. Jadi, kontraktor dibebaskan dari kewajiban itu dalam kurun tertentu. Perusahaan disebut pernah mengajukan produksi yang lebih tinggi, tetapi ditolak karena alasan itu. (dim/c15/noe)
BACA ARTIKEL LAINNYA... The Fed Naikkan Suku Bunga, Waspadai Pembalikan Modal
Redaktur : Tim Redaksi