Likuiditas Bank Makin Ketat

Jumat, 27 Juni 2014 – 05:22 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Alarm likuiditas perbankan mulai menyala. Tingginya suku bunga dan berkurangnya suplai uang di pasar membuat likuiditas perbankan kian ketat. Ekonom dan Pengamat Perbankan Aviliani mengatakan, kondisi itu membuat perbankan berebut dana pihak ketiga (DPK) dengan menawarkan bunga simpanan yang tinggi kepada nasabah. "Ini kondisi yang kurang bagus," ujarnya di Jakarta kemarin (26/6).

Aviliani menyebut, saat ini Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menetapkan tingkat bunga penjaminan atau LPS rate untuk bank umum 7,75 persen. Adapun untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 10,25 persen. "Tapi kenyataannya, ada bank yang memberikan bunga simpanan sampai 11 hingga 14 persen," katanya.

BACA JUGA: Djakarta Lloyd Bakal Lego Aset untuk Bayar Gaji dan Pesangon

Menurut sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) itu, keringnya likuiditas juga tecermin dari pertumbuhan kredit yang lebih cepat dibanding DPK. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan, DPK periode Desember 2013 hingga April 2014 naik Rp 30,8 triliun, adapun kredit naik Rp 69,3 triliun. "Artinya, dana yang dimiliki perbankan menyusut," ucapnya.

Aviliani menilai, ketatnya likuiditas ini juga dipengaruhi perilaku pemerintah. Dia menyebut, strategi front loading pemerintah yang menerbitkan banyak sekali surat utang di awal tahun membuat para pemilik dana mengalihkan simpanan dari bank untuk dibelikan obligasi.

BACA JUGA: PLN-Pindad Jalin Kerjasama

"Apalagi, pemerintah memberikan bunga tinggi untuk surat utang. Jadi bank pun harus ikut menawarkan bunga tinggi," ujarnya.

Di samping itu, rendahnya penyerapan anggaran membuat dana pemerintah hasil penarikan pajak menumpuk di kas pemerintah. Dia menyebut, saat ini ada Rp 130 triliun dana pemerintah menumpuk di BI. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 100 triliun sudah masuk tahap pencairan tapi belum terserap. Adapun Rp 30 triliun lainnya belum masuk tahap pencairan.

BACA JUGA: Dahlan Menyesal Sempat Beri Pujian ke Direksi Main Golf

"Kalau saja yang Rp 30 triliun itu bisa masuk ke perbankan, maka akan sangat membantu likuiditas," katanya.

Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto menambahkan, likuiditas bagi perbankan ibarat darah bagi tubuh manusia. Dia menyebut, gross kredit macet atau nonperforming loan (NPL) per April 2014 tercatat 2,05 persen. Adapun loan to deposit ratio (LDR) atau rasio pinjaman terhadap simpanan sudah mencapai 90,98 persen.

"Ibaratnya, tidak ada bank yang bangkrut karena NPL tinggi. Tapi banyak bank bangkrut gara-gara kekurangan likuiditas," ujarnya.

Senada dengan Aviliani, Ryan meminta agar pemerintah mempercepat realisasi penyerapan anggaran agar dana-dana yang menumpuk di kas negara bisa tersalurkan ke sektor riil, lalu kembali masuk ke perbankan. Dia menyebut, jika kondisi likuiditas ketat ini terus terjadi, maka akan memicu obral bunga tinggi oleh perbankan hingga di atas penjaminan LPS.

"Ini tentu tidak sehat bagi perbankan," katanya. (owi/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Luncurkan T-Zone, Telkomsel Bidik UMKM


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler