jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI asal Sulawesi Selatan II Andi Akmal Pasluddin menilai UU Cipta Kerja sudah mulai menunjukkan mudarat bagi lingkungan.
Menanggapi keputusan pemerintah yang mengeluarkan limbah sawit sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) bersamaan dengan limbah Batu Bara, Akmal mengatakan banyak sekali dampak buruk di masa depan yang mempengaruhi lingkungan dan juga makhluk hidup di sekitarnya termasuk manusia.
BACA JUGA: Anggota DPR Minta Limbah Abu Batu Bara Tidak Keluar dari Kategori B3
“Sejak awal Fraksi PKS menolak UU Cipta Kerja termasuk pada sektor perlindungan lingkungan ini karena akan ada regulasi lanjutan yang sangat longgar terhadap kerentanan kerusakan lingkungan seperti dikeluarkannya Limbah Batu Bara dan Limbah Sawit ini dari Limbah B3. Sudah mulai terlihat dampak buruk keberadaan UU Cipta Kerja ini bagi perlundungan lingkungan,” ujar Akmal dalam keterangan persnya, Senin (15/3).
Politikus PKS ini mengatakan semua masyarakat harus mengetahui bahwa tak hanya limbah batu bara, Presiden Jokowi juga mengeluarkan limbah sawit atau Spent Bleaching Earth (SBE) atau limbah padat yang dihasilkan industri pemurnian minyak goreng dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
BACA JUGA: Rosa KLHK: Hindari Penumpukan Limbah B3 Untuk Cegah Penyebaran Covid-19
Akmal menambahkan kini instrumen perlindungan lingkungan hidup sangat lemah. Bila dibiarkan terus-menerus, akan ada potensi tindakan liar korporasi besar yang akan abai terhadap persoalan perlindungan lingkungan.
Korporasi yang baik sengaja maupun tidak segaja ceroboh melakukan pencemaran, akan sulit dikendalikan. Tidak ada instrumen hukum yang kuat untuk membentengi sebagai tindakan pencemaran oleh perusahaan berkegiatan di komoditas Sawit.
BACA JUGA: Minyak Tumpah Akibat Kebocoran Pipa, Chevron Pastikan Bukan Limbah B3
“Kita tidak dapat mengambil dasar atau dalil atas janji pelaku usaha sawit akan mengendalikan limbah Sawit berupa Limbah spent bleaching earth (SBE) ini, akan diekstrak kandungan minyaknya dari 20 persen menjadi di bawah tiga persen sehingga aman untuk tanah bumi dan lingkungan sektarnya. Di masa datang, akan banyak sekali kecerobohan karena tidak ada aturan ketat yang mengikat. Ada aturan ketat saja sering dilanggar apalagi tidak ada aturan ketat,” tegas Akmal.
Legislator asal Sulawesi Selatan II ini mencontohkan saat ini sangat tidak tepat mengeluarkan limbah sawit keluar dari limbah B3 antara lain begitu besarnya sumber emisi keluar industri sawit, termasuk industri batubara. Makin parahnya pencemaran lingkungan, juga akan muncul persoalan kesehatan manusia secara masal di sekitar areal pembuangan limbah sawit ini.
Anggota Komisi IV dari FPKS ini menilai pemerintah tidak boleh mengeluarkan limbah B3, dengan alasan efisiensi pengolahan limbah B3 tanpa membandingkan semua simulasi dampak yang terjadi di masa yang akan datang.
Akmal meyakini, dampak kerugian yang terjadi dimasa datang yang di rasakan negara, baik tanah, udara, air dan makhluq hidup di dalamnya akan lebih besar daripada efisiensi pengolahan limbah B3.
“Pemerintah dapat membuat regulasi pemanfaatan limbah sawit tanpa mengeluarkan Kategori B3. Sehingga dimasa datang akan ada upaya menemukan cara tepat menangani limbah sawit yang dapat di konversi dari bahan berbahaya menjadi bahan bermanfaat untuk kebutuhan manusia seperti bahan bangunan atau produk lainnya yang bermanfaat,” ujar Andi Akmal.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich