jpnn.com, NONGSA - Setiap tahunnya, limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) jenis sludge oil selalu menjadi momok menakutkan bagi para pelaku pariwisata di sekitaran Nongsa, Batam, Kepulauan Riau.
Karena hampir dipastikan, saat angin utara berhembus. Limbah-limbah tersebut akan berceceran di pantai-pantai kawasan Nongsa.
BACA JUGA: Pendaftaran Pindah Memilih Ditutup, Ribuan Warga tidak Bisa Nyoblos di Batam
Walaupun, sudah berulang kali. Namun, belum ada tindakan tegas dari pemerintah daerah.
Akibat keberadaan limbah ini. Resident Manager Turi Beach, Ahmad Raja mengaku sangat menganggu para turis yang menyambangi pantai kawasan Nongsa, khususnya Turi Beach.
BACA JUGA: Komplotan Pembobol Mesin ATM di Batam Dibekuk di Lampung
"Untuk limbah kali ini, baru datang Selasa (9/4). Dan cukup parah bila dibandingkan dengan kejadian Februari lalu," katanya, Rabu (10/4).
Ia mengatakan karena limbah baru datang. Komplen dari para turis masih belum ada. Namun, di Maret tahun lalu, para turis mengajukan protes mereka atas keberadaan limbah ini.
BACA JUGA: Kawanan Monyet Liar Resahkan Warga Perumahan Villa Bukit Indah Batam
"Pasti taulah, sekarang zaman serba digital. Apabila ini diposting turis di media sosial mereka, dampaknya sangat besar terhadap Batam. Bakal mengurangi jumlah wisatana mancanegara yang datang ke sini," tuturnya.
Ahmad berharap pemerintah secara serius memandang permasalahan ini. Karena, apabila dibiarkan terus menerus. Dapat menggerus jumlah wisatawan asing yang menyambangi Batam.
"Yah karena media sosial tadi. Informasi bisa berkembang cepat, dan kemana-mana. Takutnya, berdampak dengan Batam," ucapnya.
Tidak hanya itu saja. Setiap limbah ini mencapai ke bibir-bibir pantai Nongsa. Ahmad mengatakan biaya pembersihannya cukup mahal. Tahun lalu, Turi Beach mengeluarkan biaya hingga ratusan juta.
"Mahal, karena limbahnya sudah bercampur ke pasir pantai. Sehingga pasirnya harus digali, dan diganti," tuturnya.
Apabila pasir tersebut tidak diganti. Tentunya saat turis-turis bermain pasir di pantai, akan menemukan limbah tersebut. "Mereka gali-gali, tentu akan melihat limbah yang sudah tercampur. Makanya pasirnya kami ganti," ungkapnya.
Ia berharap permasalahan limbah ini tidak terjadi lagi. Sehingga tidak menganggu industri pariwisata di Nongsa
Salah seorang petugas Turi Beach, Bahar mengaku serangan limbah ini sudah ketiga kalinya di tahun ini. Tahun lalu, kata Bahar pernah menemukan limbah sludge oil dalam kondisi belum pecah. Oli bekas tersebut dimasukan ke dalam bungkus plastik 50 kilogram. "Dari bungkus itu, dimasukan lagi ke dalam karung beras. Saya kira awalnya sampah saja, ternyata limbah yang belum pecah," ungkapnya.
Ia mengatakan cukup sulit membersihkan limbah ini. Dan dampaknya juga membuat tamu-tamu turibeach enggan memantai. "Jadi pada gak mau ke pantai. Baunya juga cukup menyengat. Karena saat ini pagi, masih kurang baunya. Siang nanti, makin menyengat," ucapnya.
Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang Satuan Kerja (Satker) Tanjungpinang turun langsung mengecek keberadaan limbah tersebut. Salah seorang staf BPSPL, Rita mengaku dari tengah laut saja bau oli ini yang cukup menyengat tercium.
Secara kasat mata, menurut Rita masih belum ada terumbu karang yang rusak akibat keberadaan limbah oli bekas tersebut. Namun, ia takut limbah oli tersebut lengket ke terumbu karang.
"Kami masih belum mendapat laporan adanya biota laut yang mati akibat limbah ini. Kalau tahun lalu, ada satu ekor duyung yang mati terdampar di Nongsa akibat limbah ini," tuturnya.
Temuan ini, kata Rika akan dilaporkan ke atasnya. Serta nantinya berkoordinasi dengan instansi yang berwenang, untuk mengamankan jalur perairan internasional dari aksi pembuangan limbah.
"Pantai resort ini berada di depan kawasan yang dilalui kapal besar. Oleh sebab itu, demi memastikan sumber limbah ini, kami akan berkoordinasi dengan pihak yang terkait," ucapnya.
Dari informasi didapat Batam Pos, pembuangan limbah ini dilakukan dengan sengaja. Dan limbah yang dibuang atas aktivitas penggantian oli kapal yang dilakukan secara berkala. Namun, karena tidak ingin repot membawa limbah tersebut kembali ke daratan, untuk di olah. Oknum-oknum tak bertanggungjawab lebih memilih untuk membuangnya ke laut.
Aksi pembuangan limbah ini diduga dilakukan saat malam hari, di perairan internasional. Sehingga sulit dideteksi keberadaan oknum-oknum pembuang limbah tersebut.(bp)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Batalkan Penerapan BMAD Pelat Baja, Pengusaha Galangan Kapal Happy
Redaktur & Reporter : Budi