jpnn.com, JAKARTA - Sektor properti tercatat tumbuh 2.82% pada kuartal II tahun ini. Hal tersebut menunjukkan, minat masyarakat terhadap hunian masih terjaga meskipun di tengah pandemi.
Pertumbuhan ini tak lepas dari upaya pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang mendorong masyarakat untuk memiliki hunian, salah satunya lewat kebijakan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pembelian rumah, yang awalnya hanya sampai Agustus 2021 kini diperpanjang sampai akhir tahun.
BACA JUGA: Kejaksaan Agung Lelang Aset Eks Kadishub DKI, Ada 3 Properti Mewah di Bali
Bank Indonesia pun turut menerapkan kebijakan uang muka pembelian rumah hingga 0%, sehingga masyarakat bisa mendapatkan keringanan dan terdorong melakukan investasi properti di tengah pandemi.
Momentum ini perlu diapresiasi dan dimanfaatkan dengan maksimal baik oleh pelaku industri dan masyarakat. Namun, sebagai calon konsumen, kita perlu cermat dalam memilih properti, baik yang ingin kita beli ataupun kita bangun.
BACA JUGA: Seperti ini Perkembangan Pasar Properti di Australia di Kala Pandemi
Turut menyoroti hal ini, salah satu pemimpin bisnis terkemuka di ASEAN, SCG, melalui anak usaha Cement-Building Materials di Indonesia melihat tingkat literasi masyarakat terhadap bidang properti, khususnya konstruksi bangunan masih terbatas, padahal ini adalah hal yang krusial dalam mengambil keputusan sebelum membeli ataupun membangun rumah.
Menurut SCG, masyarakat yang jarang terlibat dalam proses konstruksi biasanya cenderung menilai kualitas bangunan berdasarkan tampak luarnya saja, padahal ada tiga aspek vital lainnya yang harus dipertimbangkan.
BACA JUGA: Transaksi Hunian Meningkat, BTN: Geliat Properti Lebih Tinggi pada Kuartal II 2021
Pertama, karakteristik lingkungan. Bukan hanya soal lokasi dengan akses strategis namun juga karakteristik lingkungan yang aman dari bencana, seperti tidak berada di area rawan longsor maupun banjir.
Kualitas tanah juga perlu diperhatikan, bukan tanah basah seperti bekas rawa, sawah, atau lahan gambut karena diperlukan waktu dan biaya lebih untuk membuat lahan tersebut menjadi kering dan siap untuk dibangun.
Meski demikian, apabila Anda tetap memilih lingkungan seperti ini karena pertimbangan lain, sebaiknya Anda punya rencana untuk mengantisipasi dampak lingkungan di kemudian hari. Kondisi tanah yang basah dapat meningkatkan risiko kebocoran pada pondasi rumah, sehingga Anda perlu tahu strategi penambalan celah di tempat rembesan air tersebut.
Kedua, struktur konstruksi yang simetris. Ketika struktur konstruksi bangunan tidak simetris, maka pondasi akan rentan mengalami keretakan.
Penyebab lainnya adalah adukan cor beton yang terlalu cepat mengering yang bisa membuat keretakan saat pengaplikasian maupun retak di kemudian hari. Jika keretakan ini tidak ditangani dengan tepat, maka masalah ini dapat menyebabkan keruntuhan pada pondasi.
Ketiga, pemilihan material konstruksi yang tepat dan berkualitas. Tepat dalam artian konsumen harus memilih dan mampu memperhitungkan komposisi bahan yang akan menjadi bagian tetap (bahan permanen) pada struktur bangunan (contohnya semen, pasir, kerikil, baja, beton, dan lain-lain) dan bahan pendukung lainnya yang esensial namun bukan menjadi bagian tetap pada bangunan (bahan sementara).
Country Director SCG di Indonesia, Wiroat Rattanachaisit mengungkapkan, SCG selalu mengupayakan dialog dengan konsumen untuk memberikan solusi terbaik atas kesulitan yang mereka alami.
Selain hal di atas, SCG juga mendapati bahwa banyak konsumen yang masih terpaku pada bahan baku bangunan konvensional karena belum terekspos dengan inovasi bahan baku lainnya yang fungsinya bisa jadi lebih tepat sasaran untuk kebutuhan mereka.
“Seiring perkembangan teknologi dan uji coba material yang konstan kami lakukan, kami menciptakan transformasi pada material berbahan dasar semen sehingga lahirlah bahan bangunan siap pakai atau disebut juga produk instan, seperti semen instan dan beton instan. Inovasi ini dapat menjadi opsi yang efisien untuk menjawab tantangan literasi, aspek lingkungan, dan daya beli masyarakat, karena material ini mudah untuk digunakan dan telah menggunakan campuran yang sederhana, namun tetap menunjang pengerjaan struktur dan dinding yang kokoh,” jelas Wiroat.
Bagi konsumen yang berencana membangun rumah sendiri, pemilihan jenis dan kuantitas bahan bangunan tentu sangat berguna untuk efisiensi anggaran. Wiroat memaparkan, meski sudah melakukan estimasi kebutuhan konstruksi, seringkali ada material yang menjadi sisa (construction waste) sehingga tidak efisien secara ekonomi maupun lingkungan.
Inovasi bahan bangunan instan dari SCG Indonesia memungkinkan pengguna untuk merasakan kemudahan dalam proses pengadukan bahan-bahan homogen serta pengaplikasiannya.
Dengan demikian, pengguna bisa merasakan dan menilai karakteristik material bangunan yang berkualitas untuk konstruksi yang lebih baik. Material dengan kemasan dan takaran yang tepat akan memudahkan proses logistik khususnya apabila proyek konstruksi terletak di daerah yang sulit dijangkau oleh truk besar.
SCG memahami, properti adalah aset yang sangat berharga dan termasuk kelas aset non-likuid, sehingga konsumen harus memiliki wawasan yang mumpuni dalam mengambil keputusan.
Beberapa tahun terakhir, banyak wacana yang mengangkat tantangan dan perjuangan generasi milenial dalam memiliki rumah, sehingga, rencana membeli rumah adalah cerita membangun mimpi tersendiri bagi generasi ini.
“Dalam waktu dekat, SCG melalui unit bisnis Cement-Building Materials (CBM) berencana menghadirkan versi baru dari bahan bangunan instan kami. Ini merupakan bentuk komitmen kami untuk menjawab kebutuhan fundamental dari material konstruksi dengan berinovasi pada produk semen siap pakai yang dapat memenuhi kebutuhan semua kalangan untuk mewujudkan hunian yang aman, nyaman, serta ramah lingkungan. Kami siap memberikan nilai tambah untuk masyarakat,” tutup Wiroat. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil