Jika di negara lain, seperti di Amerika Serikat, warga menggelar aksi protes agar semua kegiatan dibuka kembali, survei di Australia menunjukkan sebagian besar warga masih tak mau keluar rumah. Hanya 40 persen warga mengatakan tidak khawatir untuk pergi ke bar dan restoran Pemilik bar mengatakan tidak akan mendapat untung bila kapasitasnya tidak penuh setelah dibuka 40 persen yang disurvei merasa keadaan kembali normal setidaknya masih 12 bulan lagi

 

BACA JUGA: Terinspirasi Wabah Virus Corona, DPR Usulkan Revisi UU Penanggulangan Bencana

Australia sejauh ini termasuk dari sedikit negara di dunia yang berhasil menangani penyebaran COVID-19.

Namun, survei terbaru menunjukkan meskipun pelonggaran akan dicabut, warga masih enggan keluar rumah atau berkumpul dalam waktu besar.

BACA JUGA: Akhirnya Corona Masuk Ke Solok Selatan, Satu Keluarga jadi Korban

Hasil survei telah menimbulkan kekhawatiran bagaimana memulihkan perekonomian Australia, seperti banyak negara lain, yang terdampak sangat buruk dalam beberapa pekan terakhir.

Survei tersebut dilakukan Vox Pop Labs bekerja sama dengan ABC kepada 2.225 orang di seluruh Australia mengenai kemungkinan kehidupan mereka, setelah larangan COVID-19 dicabut

BACA JUGA: Atasi Kasus Covid-19, Bupati Bogor Lakukan Strategi Menyerang dan Bertahan

Survei menyimpulkan hanya 12 persen warga yang akan menghadiri acara dengan kerumunan banyak orang.

Yang lain mengatakan hanya sekitar 20 persen yang akan naik pesawat dan 40 persen yang mengatakan akan pergi mengunjungi bar dan restoran.

Seperti yang dialami salah satu warga Australia, Dr Anne-Marie Turner, yang sudah berada di rumah sejak pandemi.

"Dengan di rumah saja, kita tahu kemungkinan tertular virus sangat berkurang. Jadi kita bisa mengatur lingkungan kita sendiri," kata Dr Turner ketika ditemui di rumahnya di Melbourne ditemani anjingnya Bella.

Sebagai seorang dokter, ia sudah memantau dengan ketat penyebaran virus di luar Australia sejak awal Januari.

Kontak dengan seorang temannya yang juga adalah seorang dokter di Hong Kong membuatnya sangat khawatir mengenai resiko tertular COVID-19 di kalangan staf medis dan penularan terhadap anggota keluarga.

Dokter Turner juga memiliki penyakit rematik, sehingga masuk dalam golongan beresiko tinggi.

"Semua ini tidak bisa lepas dari pikiran saya terus menerus. Saya bahkan kadang terbangun di tengah dan tidak bisa tidur lagi." katanya. Photo: Dr Anne-Marie Turner dan suaminya mengatakan tidak akan melakukan perjalanan ke luar negeri dalam waktu dekat walau ada pencabutan lockdown. (Supplied)

 

Sejak itu, Dr Turner mengambil cuti dari pekerjaannya di rumah sakit dan tetap bekerja di kliniknya secara paruh waktu, dengan menerima pasien yang berkonsultasi lewat telepon saja.

Dia bisa mengatasi sebagian kekhawatirannya akan situasi COVID-19 dengan hanya berdiam di rumah saja. External Link: What Australians will be comfortable doing post-restrictions

 

Pembicaraan mengenai dibukanya kembali berbagai kegiatan ekonomi dan juga dimulainya kompetisi olahraga seperti AFL dan rugby membuat Dr Turner sangat khawatir.

Ia mengatakan belum siap belum siap untuk kembali ke kehidupan normal.

"Kami senang pergi ke restoran. Kami senang pergi ke bioskop. Kami senang pergi ke teater. Kami senang menonton pertunjukkan musik."

"Namun saya mungkin tidak akan melakukannya semua ini dalam waktu dekat." Membuka kembali bar dan restoran bukan hal yang mudah

Survei terbaru menunjukkan 41 persen warga Australia memperkirakan keadaan akan kembali normal sampai 12 bulan lagi.

Dua puluh dua persen yang mengatakan keadaan kembali normal dalam waktu 6 bulan. External Link: How long Australians think it will be before things are 'back to normal'

 

Hasil ini memberikan gambaran yang rumit bagi pemerintah yang sekarang berusaha membuka kembali perekonomian, di saat bisnis dibuka di tengah situasi yang tidak pasti.

PM Australia, Scott Morrison mengatakan sekarang tugasnya adalah membuat 1 juta warga Australia yang telah kehilangan pekerjaan untuk kembali bekerja.

Prioritasnya adalah membuka kembali sektor layanan jasa atau 'hospitality sector', dimana ratusan ribu orang telah kehilangan pekerjaan. Photo: Liam Matthews, pemilik beberapa bar dan tempat pertunjukkan musik di Melbourne khawatir bagaimana bisnis bila dibuka kembali akan berhasil. (ABC News: Gemma Hall)

 

Liam Matthews memiliki beberapa bar dan sebuah tempat pertunjukkan musik di Melbourne.

Semuanya sekarang ditutup kecuali satu bar yang hanya melayani pembelian kopi untuk dibawa pulang.

Membuka kembali semua usaha itu akan sangat mahal,dan akan berdampak lebih buruk, bila tidak ada yang datang. Pandemi virus corona
Ikuti laporan terkini terkait virus corona dari Australia dalam Bahasa Indonesia.

 

Dia mengatakan mengisi minuman alkohol di barnya saja bisa menghabiskan dana AU$100 ribu, sekitar Rp1 miliar dan hanya bisa kembali jika bisnisnya dibuka dalam kapasitas penuh.

"Untuk bisa mendapat keuntungan kami harus buka dengan kapasitas 100 persen, namun kami tidak akan diijinkan melakukan hal tersebut."

Sektor industri jasa layanan sedang mendesak agar mereka diperbolehkan buka, dengan meja yang diatur berjak 1,5 meter dan tamu dipantau suhu tubuhnya.

Namun Matthews mengatakan membuka bisnisnya kembali juga membawa resiko lain.

Dia mengatakan bila ada gelombang kedua wabah, dimana bisnisnya harus ditutup, dia mengatakan penutupan akan terjadi selamanya.

Simak beritanya dalam bahasa Inggris di sini.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Pertama PSBB, Tujuh Warga Kota Sukabumi Positif Covid-19

Berita Terkait