LPEM UI Sebut Peningkatan Ekspor CPO Mendongkrak Harga TBS Sawit

Selasa, 02 Agustus 2022 – 23:55 WIB
Peningkatan ekspor crude palm oil (CPO) dalam jumlah yang besar dapat meningkatkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Foto Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Peningkatan ekspor crude palm oil (CPO) dalam jumlah yang besar dapat meningkatkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Hal itu merupakan hasil kajian dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI). 

Menurut Ketua Tim Peneliti LPEM FEB UI Eugenia Mardanugraha, setiap peningkatan ekspor CPO satu persen mampu mengerek harga TBS kepala sawit rerata 0,33 persen.

BACA JUGA: Tiongkok Tambah Impor 1 Juta Ton CPO, Mendag: Terima Kasih, Presiden Jokowi

Oleh karena itu, kata dia, sangat dibutuhkan banyak volume ekspor untuk mengembalikan keekonomian harga TBS kelapa sawit petani.

“Dibutuhkan peningkatan ekspor sebesar 1.740 persen atau 17 kali lipat supaya harga TBS petani dapat meningkat dari Rp 861 per kilogram (asumsi harga petani swadaya per 9 Juli 2022) menjadi Rp 2.250 per kilogram," kata Eugenia  dalam keterangan tertulis yang dikutip di Jakarta, Selasa (2/8). 

BACA JUGA: Mulyanto Minta Pemerintah Tidak Cabut Kebijakan DMO CPO

Peningkatan ekspor tersebut sangat memungkinkan karena Indonesia pernah mencapai pertumbuhan ekspor CPO sebesar 211 persen. 

Walaupun dibutuhkan waktu tujuh tahun, yakni pada April 2014 ekspor CPO Indonesia mencapai 1,37 juta ton menjadi 4,27 juta ton pada Agustus 2021.

BACA JUGA: Penghapusan Pungutan Ekspor CPO Bikin Petani Sawit Bahagia, Sebegini Harga Acuan Juli

“Kalau memulai dari harga awal TBS Rp 1.380 per kg, maka dengan meningkatkan ekspor 200 persen atau sekitar dua kali lipat bisa mencapai harga TBS yang sesuai dengan harapan petani,” katanya.

Namun, Euginia menjelaskan keinginan meningkatkan ekspor sawit terkendala biaya untuk melakukan ekspor CPO yang sangat tinggi sekarang ini. 

Menurutnya, makin tinggi harga CPO, kian berat biaya yang harus ditanggung oleh eksportir. 

Dia menerangkan bahwa kenaikan harga CPO seharusnya memberikan insentif bagi pelaku usaha untuk memperbesar volume ekspor. 

Namun, penetapan biaya bertingkat diterapkan sesuai dengan kenaikan harga.

LPEM UI berpendapat penghapusan kebijakan seperti DMO (domestic market obligation) serta DPO (domestic price obligation) untuk meningkatkan volume ekspor. Solusinya, lanjut Eugenia, pemerintah menjadikan pungutan ekspor dan bea keluar dapat juga dijadikan instrumen untuk mengatur volume ekspor.

“Apabila suplai CPO di dalam negeri dianggap berkurang, maka pemerintah dapat meningkatkan tarif. Sebaliknya apabila ekspor ingin diperbesar, maka tarif diturunkan. Apabila instrumen tarif dapat berfungsi dengan baik sebagai pengendali ekspor,” kata Eugenia. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler