LPG 12 Kg Boleh Naik Kalau Inflasi Rendah

Tak Naik Tahun Ini, Pertamina Rugi 20 Triliun

Selasa, 06 Agustus 2013 – 13:33 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Rencana kenaikan LPG 12 kg yang ingin dilakukan oleh Pertamina tampaknya terus ditunda oleh pemerintah. Tindakan tersebut dilakukan karena Pertamina merasa inflasi Indonesia terlalu tinggi. Sehingga, jika LPG 12 kg dinaikkan, maka beban ekonomi yang dirasakan bertambah bera

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya. Dia menjelaskan, pemerintah meminta Pertamina untuk tak menaikkan harga LPG kemasan 12 kg dalam waktu dekat. Hal tersebut dikarenakan inflasi bulan Juli yang mencapai 3,29 persen. "Minggu lalu rapat di kantor Menko (Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi). Memang masih belum diizinkan.  Karena, nanti bisa menambah kenaikan inflasi," jelasnya saat dihubungi Jawa Pos, Senin (5/8).

BACA JUGA: Tak Perlu Khawatirkan Kondisi Landasan

Dia melanjutkan, Pertamina boleh menjalankan rencana tersebut jika Indonesia mencetak deflasi. Dengan begitu, pemerintah memperkirakan Pertamina punya kesempatan pada bulan Oktober. Sebab, Indonesia diperkirakan oleh pemeirntah mengalami deflasi bulan tersebut. "Nanti dilihat dulu inflasi bulan Oktober bagaimana. Kalau misalnya, inflasi negatif berarti kami bisa menaikkan harganya," ujarnya.

Namun, hal tersebut tak menjamin Pertamina bisa menaikkan harganya tahun ini. Ketika ditanya, Hanung mengaku pasrah dengan syarat tersebut. Sebab, posisi sebagai Pertamina sebagai BUMN memang harus menghormati keputusan pemerintah. "Kami tidak ada harapan. Yang ada hanya fakta kalau tahun ini tidak bisa menaikkan harga LPG kami akan rugi Rp 5 Triliun. Itu akan menambah dekapitalisasi korporat selama lima tahun terakhir," ujarnya.

BACA JUGA: Harga Pete Disebut Makin Bau

Dengan tambahan kerugian tersebut, lanjut dia, Pertamina menghitung sudah menderita kerugian Rp 20 Triliun untuk untuk penjualan LPG 12 kg. Hal tersebut diakui sangat menghambat rencana pengembangan bisnis BUMN yang bertransformasi menjadi perusahaan energi. "Kami ingin meningkatkan investasi di industri hulu migas. Kami juga ingin mengembangkan bisnis power plant dengan energi terbarukan. Juga meningkatkan efisiensi produksi kami. Tapi, akhirnya tertunda karena hal ini," ungkapnya.

Sebelumnya, PT Pertamina memang terlihat getol ingin menaikkan harga LPG 12 kg. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi kerugian. Vice President Corporate Communication PT Pertamina Indonesia Ali Mundakir  menjelaskan, pihaknya telah memberi subisidi sekitar Rp 5.150 per kg untuk kemasan 12 kg. Hal tersebut karena harga jual lebih murah daripada harga bahan baku.

BACA JUGA: Harga Daging Sapi Tembus Rp 120 Ribu

Kenaikan tersebut semulanya direncanakan dengan mengurangi dua komponen subsidi dalam distribusi LPG 12 kg. Yakni, biaya transportasi dan biaya pengisian LPG di stasiun pengisian elpiji. "Jadi kami tidak lagi menerapkan konsep SPTBE (stasiun pengisian tabung bulk elpiji). Nanti semua stasiun pengisian tabung elpiji 12 kg bakal menggunakan konsep SPTEK (stasiuan pengisian tabung elpiji khusus).," ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (21/4).

Upaya tersebut, lanjut dia, bakal berimbas terhadap kenaikan LPG minimal Rp. 12 ribu per tabung. Itu berarti harga LPG 12 kg bakal menjadi Rp 82.200 per tabung. "Itu untuk daerah yang berjarak 30 km dari lokasi pengisian. Kalau lebih jauh bakal disesuaikan. Misalnya, bagi daerah yang terletak 524 km dari lokasi pengisian. Harganya bisa mencapai Rp 90 ribu " 91 ribu," ungkapnya.

Namun, permintaan tersebut terus dimentahkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik. Meski dikabarkan sudah mendapatkan izin dari Kementerian BUMN, Jero Wacik terus mengumbar pernyataan bahwa LPG 12 kg tak akan naik. Hal tersebut dilakukan  karena khawatir masyarakat masih terdampak dengan kebijakan kenaikkan harga BBM. " "LPG tidak akan naik sekarang. Jadi, masyarakat tenang saja," ungkapnya. (bil)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Produksi Garam Industri di 2015


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler