LPHI: Persyaratan Wajib Tidak Dipenuhi Capim KPK

Selasa, 06 Agustus 2019 – 15:56 WIB
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universtas Andalas Hemi Lavour Febrinandez. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah lembaga yang tergabung dalam Lembaga Penelitian Hukum Indonesia (LPHI) menyebut ada beberapa persyaratan administratif wajib tidak dipenuhi para Capim KPK yang lolos hingga tahapan Tes Psikologi tersebut.

“Kekhawatiran apabila proses seleksi tidak utuh itu dilanjutkan maka proses seleksi telah cacat prosedural dari awal,” kata Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universtas Andalas Hemi Lavour Febrinandez mewakili LPHI dalam pernyataan sikapnya kepada wartawan, Selasa (6/5).

BACA JUGA: Ssttt... Ada Capim KPK Tak Patuh Laporkan Harta

Untuk diketahui LPHI terdiri dari PUSaKO FH Unand, PUKAT UGM, PUSKAPSI FH UNJEM dan HRLS FH UNAIR.

Dalam kesempatan tersebut, Hemi Lavour Febrinandez antara lain menyoroti perihal laporan harta kekayaan dalam proses seleksi capim KPK.

BACA JUGA: 6 Polisi Lolos Psikotes Seleksi Capim KPK

Menurut Hemi, Pasal 29 angka 11 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur syarat untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan KPK harus memenuhi persyaratan mengumumkan kekayaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terkait pelaporan kekayaan diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme. Berdasarkan Pasal 69 UU KPK, lembaga negara tempat pelaporan kekayaan itu dialihkan menjadi kewenangan pencegahan KPK.

“Ketentuan pelaporan kekayaan itu diberlakukan bagi penyelenggara negara. Namun dalam hal mencalonkan menjadi Capim KPK, maka meskipun bukan penyelenggara negara tetap harus melaporkan harta kekayaannya kepada KPK berdasarkan ketentuan Pasal 29 UU KPK. Ketentuan Pasal 29 UU KPK ini merupakan aturan khusus (lex specialis) dalam hal seleksi pimpinan yang mengenyampingkan aturan umum (lex generalis) terkait pelaporan harta kekayaan yang hanya diperuntukkan bagi penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU Nomor 28/1999 tersebut. Sehingga berdasarkan ketentuan itu, siapapun yang mencalonkan diri menjadi Capim KPK maka harus menyerahkan laporan harta kekayaannya kepada KPK,” kata Hemi.

BACA JUGA: Saran Pengamat Kepolisian buat Pati Polri Peserta Seleksi Capim KPK

Hemi menjelaskan secara filosofis penyerahan laporan kekayaan itu bertujuan menunjukan bahwa siapapun yang mendaftarkan diri sebagai Capim KPK akan terbuka terhadap harta kekayaan yang diperolehnya dari jabatan sebelumnya. Capim KPK tidak ragu bahwa catatan kariernya (track record) dijamin bersih dengan itu penyerahan laporan kekayaan bagian dari pernyataan bersih diri.

“Tidak tepat jika pernyataan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme yang tergambar dari harta kekayaan yang diperolehnya selama menjabat malah dilaporkan belakangan. Tentu pelaporan harta kekayaan yang dilakukan kemudian setelah lolos seleksi tidak memiliki makna keterbukaan diri dan siap transparan dalam jejak kariernya,” kata Hemi.

Lebih lanjut, menurut Hemi, secara yuridis, ketentuan Pasal 29 angka 11 UU KPK jelas dan terang benderang menentukan bahwa laporan harta kekayaan Capim KPK harus dilakukan sedari awal, bukan pada proses akhir. Hal itu dapat dibuktikan dengan sederhana dari tangkaian ketentuan Pasal 29 UU KPK tersebut yang menentukan syarat-syarat bahwa untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan antara lain Warga negara republik Indonesia, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; sehat jasmani dan rohani; berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki keahlian dan pengalaman sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan, atau perbankan. Selain itu, berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan serta tidak pernah melakukan perbuatan tercela.

Pada kesempatan itu, Hemi menegaskan LPHI sebagai lembaga penelitian yang peduli dengan isu-isu demokrasi dan pemberantasan korupsi, mendesak agar Pansel mematuhi kehendak peraturan perundang-undangan dan menyadari kealpaannya.

“Secara hukum kealpaan Pansel dapat diperbaiki dengan mencoret orang-orang bermasalah menurut peraturan perundang-undangan tersebut dari daftar Capim KPK 2019-2023,” kata Hemi.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Capim KPK Tak Tertib LHKPN? Langsung Coret Saja Lah


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler