jpnn.com - JAKARTA - Inisiator hak angket kasus Bank Century, M Misbakhun bersuara keras atas langkah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjual Bank Mutiara ke J Trust. Politikus Golkar yang duduk di Komisi XI DPR itu menyatakan, LPS seharusnya paham dengan kerugian negara dalam penjualan bank yang sebelumnya bernama Bank Century itu.
Misbakhun menilai LPS telah asal-asalan karena menyebut selisih antara harga jual Bank Mutiara dengan dana Penyertaan Modal Sementara (PMS) dari pemerintah sebagai risiko dan biaya krisis keuangan. Padahal, Bank Mutiara dilepas ke J Trust dengan harga Rp 4,4 triliun, sementara PMS yang digelontorkan negara untuk Bank Century mencapai Rp 8 triliun.
BACA JUGA: Hasrat Rini Kucurkan PMN Rp 48 Triliun Diganjal Senayan
“Anda bisa bilang price to book value Bank Mutiara itu hanya Rp 3 triliunan. Tapi yang jelas, negara sudah keluar lebih dari Rp 8 triliun untuk bank itu. Kerugian negara sudah jelas," tegas Misbakhun dalam rapat Komisi XI DPR dengan Komisioner LPS di DPR, Jakarta, Senin (19/1).
Misbakhun menegaskan, meski LPS menyebut pelepasan Bank Mutiara dengan harga Rp 4,4 triliun sebagai harga terbaik, namun tetap saja ada uang negara yang hilang. Sebab, harga jual Bank Mutiara tak bisa menutup keseluruhan uang negara yang telah dikeluarkan untuk menalangi Bank Century.
BACA JUGA: Di Tiongkok, Lobster dan Kepiting Bertelur jadi Barang Mewah
Lebih lanjut Misbakhun menegaskan, sejak Perppu Nomor 3 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) ditolak DPR, maka proses bailout Bank Century tak ada dasar hukumnya. Selain itu, katanya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam audit atas proses bailout untuk Bank Century juga menemukan pelanggaran aturan dan kerugian negara.
Karenanya Misbakhun menyebut ada upaya LPS menggiring opini seolah-olah kerugian negara dalam penjualan Bank Mutiara adalah hal wajar. "Anda ingin menggiring kita ke opini bahwa harga jual Bank Mutiara adalah harga terbaik. Tapi ingat, tak ada biaya krisis. Yang ada kerugian negara. Dan siapa yang terlibat harus kena konsekuensi hukumnya," tegas Politisi asal Partai Golkar itu.
BACA JUGA: Jokowi Diminta Batasi Investasi Asing di Sektor UKM Lewat Perpres
Pria yang menjadi inisiator hak angket DPR untuk kasus Bank Century itu juga mengingatkan para komisioner LPS bahwa rejim penguasa sudah berganti. Karenanya, LPS juga tidak perlu menutupi jejak yang dilakukan pemerintahan sebelumnya.
"Jangan sampai pemerintahan baru mau menerima resiko politik tak masuk akal. Yang pesata siapa, yang menikmati siapa, tapi yang mencuci piring siapa. Itu yang kami ingatkan,” ucapnya.
Selain itu Misbakhun juga mendorong DPR agar menghidupkan lagi tim pengawas (Timwas) kasus Bank Century. Alasnanya, masih banyak hal belum terselesaikan dalam kasus Bank Century, termasuk dalam perburuan aset dan proses hukum di KPK.
"Karena itu saya meminta supaya rapat kali ini buat salah satu kesimpulan, meminta paripurna menghidupkan timwas century, agar DPR bisa mengawasi tim pemburu aset dan proses hukumnya di KPK," tegasnya.
Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Komisioner LPS, Heru Budiargo mengatakan, harga price to book value Bank Mutiara didasarkan pada perhitungan hanya Rp 3,7 triliun. Tapi memang diakuinya bahwa selisih antara PMS Rp 8,8 triliun dengan harga jual Bank Mutiara ke J Trust sebesar Rp 4 ,7 triliun masih besar.
Namun, dia memberi harapan bahwa selisih itu masih bisa ditutup karena ada potensi recovery aset oleh LPS dari pengejaran aset eks pemilik Bank Century. "Perkiraan kami sekitar Rp 4 triliun sampai Rp 5 triliun. Ada satu yang besar di sebuah bank di Swiss, jumlahnya Rp 1,5 Triliun," ujar Heru.
Hanya saja, katanya, usaha pengembalian harus panjang karena menyangkut hukum di domain negara lain seperti Swiss, Hongkong, dan beberapa lainnya. "Dalam konteks itu kami bekerja sama dengan pemerintah. Probability (kemungkinan, red) berapa persen. Masih terlalu dini bagi kami," jelasnya.
Komisioner LPS lainnya, Siswanto, menambahkan bahwa proses tender penjuaan Bank Mutiara sudah dilaksanakan secara transparan dan melibatkan banyak pihak seperti PT Perusahaan Pengelola Aset, Dana Reksa, Kejaksaan Agung dan BPKP.
Dari 18 peminat awal, tersisa enam peminat akhir. Yakni J Trust, Hong Leong Bank Malaysia, Bank of China Hongkong, China Line, PT Bank BRI dan Artha Graha Network Group. Dari situ, yang terakhir menyampaikan penawaran harga hanya Bank of China Hongkong dan J Trust, sementara empat lainnya resmi menyatakan mundur.
Bank of China meminta LPS mengambil seluruh aset dan masalah hukum, serta meminta agar dibentuk bank baru yang bersih dari aset jelek dan kasus hukum terkait Bank Mutiara. "Itu tak bisa kami penuhi. Akhirnya J Trust yang menang. Investor lain tak mau ambil resiko hukum terkait kasus hukum di Mutiara waktu itu," jelas Siswanto.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KKP Gagalkan Pengiriman Lobster Bertelur di Bandara Soetta
Redaktur : Tim Redaksi