jpnn.com - JAKARTA - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Abdul Haris Semendawai mengatakan hingga September 2013, LPSK sudah menangani ribuan korban pelanggaran Hak Asasi Manusia berat.
"Sudah 1264 untuk penanganan korban pelanggaran HAM berat," kata Haris saat konfrensi pers di sela-sela kegiatan Rapat Koordinasi Pemangku Kepentingan dalam Aktivitas Perlindungan dan Pemenuhan Hak Korban Kejahatan pada Proses Peradilan Pidana dan Penegakan HAM, di Ancol, Jakarta, Kamis (31/10).
BACA JUGA: BNN Pastikan Ada DNA Akil di Ganja
Menurutnya, perhatian negara sangat perlu dalam memberikan perlindungan terhadap korban pelanggaran HAM. Ia mengatakan, ini merupakan wujud keseriusan negara dalam memberikan hak reparasi terhadap korban.
Wakil Ketua LPSK Lies Sulistyaningsih menambahkan selama ini dalam pemenuhan hak korban ada dualisme implementasi Undang-undang. Dijelaskan Lies, dalam pemberian perlindungan itu banyak diterapkan pasal 98 KUHAP dan UU nomor 13 tahun 2006 tentang Saksi dan Korban. Kata Lies, kekurangan dalam pasal 98 itu karena tidak meliputi kerugian dalam pengertian yang lebih luas.
BACA JUGA: Partai Demokrat Terus Mencari Tahu Pembocor SMS SBY
"Hanya sekedar kerugian yang diderita," tegasnya di kesempatan itu. Lies menambahkan, dalam UU 13 yang kemudian diperpanjang dengan PP nomor 44 pengertian kerugian korban dijelaskan secara lebih luas. Namun, kata dia, persoalan di PP 44 adalah tidak mengatur lebih lanjut bagaimana eksekusinya. "Persoalan krusial hak korban impelementasi dan restitusi masih terkendala," ujarnya.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi menambahkan, sejak reformasi 98 negeri ini sudah surplus regulasi HAM. "Tapi, defisit buat keadilan korban," katanya. Dia menegaskan, defisit keadilan masih dialami setelah 15 tahun reformasi.
BACA JUGA: Tanggapan Demokrat Terkait Permintaan Pemeriksaan Ibas dan SBY
"Tidak setara antara posisi negara dan korban. Pelanggaran HAM itu adalah oleh aparat negara baik langsung maupun pembiaran," katanya.
Menurutnya, pemerintah pusat maupun daerah harus memenuhi hak korban tidak hanya sebatas proses legal saja.
Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo menambahkan setiap saksi dan korban memiliki hak-hak untuk mendapat perlindungan.
Menurutnya, aduan atau permohonan yang diterima LPSK terus mengalami peningkatan. "Ini indikasi harapan masyarakat terhadap LPSK semakin meningkat," ungkapnya.
Namun, diakuinya, hal itu belum mampu diimbangi LPSK. Bukan karena etos kerja, melainkan kurangnya dukungan negara terhadap lembaga tersebut.
"Adalah kewajiban negara memberikan perlindungan. Kita mewakili negara, tapi dukungan negara juga harus ditingkatkan," paparnya.
Akibatnya, ia menambahkan, kondisi ini menyebabkan perhatian terhadap saksi dan korban belum optimal. LPSK pun, kata dia, harus membuat skala prioritas. LPSK harus memiliki kantor di daerah. Dukungan negara juga harus lebih ditingkatkan. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Andi Mallarangeng Menulis di Balik Jeruji
Redaktur : Tim Redaksi