LPSK: Teror Pelapor Kejahatan Belum Berakhir

Kamis, 02 Maret 2017 – 17:40 WIB
LPSK

jpnn.com - jpnn.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan masih banyak intimidasi hingga ancaman fisik terhadap pelapor tindak pidana.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan pola-pola intimidasi dan ancaman fisik terhadap masyarakat yang berani melaporkan suatu tindak pidana, belum banyak berubah. Mulai dari ancaman verbal hingga kekerasan fisik masih terus digunakan pihak-pihak yang tidak ingin kejahatannya terbongkar.

BACA JUGA: Dua Pejabat DKI Jadi Tersangka Korupsi Proyek Banjir

Menurut dia, mereka yang berani melaporkan suatu kejahatan bisa dikatakan sebagai “suara” dari orang-orang yang tidak bersuara. Mereka berani melapor kepada aparat penegak hukum.

"Hal itu sesuai dengan hakikat dari hadirnya LPSK yakni agar masyarakat berani melaporkan kejahatan,” kata Semendawai di Jakarta, Kamis (2/3).

BACA JUGA: Bambang Dicurigai Samarkan Aset Lewat Anak dan Istri

Semendawai mencontohkan, kasus pembungkaman terhadap pelapor kejahatan terbaru menimpa seorang aktivis antikorupsi di Palembang, Sumatera Selatan, berinisial SH.

Korban dan istrinya terkena lemparan air keras setelah sebelumnya menggelar aksi menyuarakan dugaan korupsi dana bantuan sosial di depan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.

BACA JUGA: Panglima TNI: Tahun Ini Fokus Bersih-bersih Korupsi

Menurut Semendawai, peristiwa yang menimpa SH ini sudah terkategori upaya pembungkaman terhadap peran masyarakat dalam melaporkan tindak pidana, seperti korupsi.

Karenanya Semendawai menegaskan, sudah saatnya menagih komitmen penegakan hukum dalam menjamin keamanan masyarakat yang berani menyuarakan kejahatan. Karena kasus pembungkaman seperti yang dialami SH, juga dirasakan para pelapor lainnya.

“Ironi, kasusnya sudah dilaporkan ke penegak hukum, tetapi kasusnya tak kunjung jalan. Kondisi ini tentunya memerlukan atensi bersama, jangan sampai masyarakat takut dan tidak berani melaporkan kejahatan yang diketahuinya,” ujar dia.

Wakil Ketua LPSK Askari Razak menambahkan, peraturan yang mengatur partisipasi masyarakat melaporkan kejahatan memang sudah banyak. Namun, dari sisi realitasnya, ancaman masih terus membayangi pelapor. Kekerasan yang menimpa aktivis antikorupsi SH, sebenarnya bukan kali pertama dirasakannya. Sebelum penyiraman air keras tersebut, SH juga sudah mendapatkan kekerasan fisik berupa pembacokan yang terjadi di lingkungan kantor pemerintahan.

Ancaman khususnya yang berbentuk kekerasan fisik terhadap para pelapor kejahatan, sudah sepatutnya dapat diungkap penegak hukum. Apalagi, kalau kasus kekerasan fisik tersebut sudah dilaporkan kepada penegak hukum.

“Pada kasus penyiraman air keras terhadap Saudara SH, sebelumnya sudah ada ancaman verbal yang ditujukan kepadanya. Seharusnya hal ini bisa menjadi pintu polisi untuk menyelidiki siapa pelakunya,” ungkap Askari.

Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengatakan, ada dua pilihan yang biasanya ditujukan bagi mereka yang berani menjadi pelapor tindak pidana seperti korupsi. Pertama, mendapatkan ancaman, dianiaya bahkan bisa dibunuh. Kedua, para pelapor tersebut berpotensi dilaporkan balik dengan dengan dugaan pencemaran nama baik.

“Kalau polisi tidak responsif, hal (ancaman terhadap pelapor) ini akan terus terjadi,” ujar dia di kesempatan itu.

Tama menambahkan, volume penanganan perkara khususnya korupsi semakin tinggi, seperti terkait pengelolaan keuangan daerah. Kalau tidak ada perlindungan, masyarakat menjadi takut untuk berbicara apalagi sampai melapor kepada penegak hukum. Jika terus dibiarkan, tidak ada lagi yang berani menjadi pengawas keuangan negara, dan tindak pidana korupsi akan semakin subur.

“Tahapannya sudah kritis, harus ada upaya dari pemerintah melindungi pelapor korupsi,” katanya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK: Hampir Semua Daerah di Banten Rentan Korupsi


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Teror   LPSK   UU Tipikor   korupsi  

Terpopuler