jpnn.com - PHINISI NUSANTARA dihoyak gelombang Samudera Pasifik. Tapi, takunjunga bangunturu, nakugunciri gulingku, kualleanna tallanga na toalia...
Layar sudah terkembang. Tak ada cerita putar haluan.
BACA JUGA: Bukan Cerita Capt. Jack Sparrow, ini Kisah Nyata...
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
Samudera Pasifik, 26 Juli 1986. Siang itu kapal Phinisi Nusantara terseok-seok. Terguncang! Kapal kayu itu berderit tiada henti. Macam mau pecah.
BACA JUGA: Pelaut-pelaut Gila dan Proyek Pelayaran Maut
Alam memang punya hukumnya sendiri. Saat itu, angin bertiup dari arah Barat Laut. Tapi, arus laut justru datang dari arah berlawanan. Alamaak…
Phinisi Nusantara terguncang di haluan 070. Posisi 04 derajat Lintang Utara/130 derajat Bujur Timur.
BACA JUGA: Top! Pelaut Legendaris itu...
Terasing di tengah samudera, Capt. Gita Ardjakusuma, sang nakhoda pun membaca peta.
Ditariknya garis lurus ke arah Barat Laut. Yang terdekat Teluk Davao, Filipina yang bila ditempuh memakan waktu 35 jam pelayaran.
Lalu ditariknya garis lurus ke arah Barat Daya. Didapati Pulau Morotai. Jaraknya 16 jam pelayaran.
Bila haluan terus melaju, yang paling mungkin dicapai Pulau Sonsorol. Jaraknya 35 mil.
Di sebelah lambung kanan kapal, ada Pulau Anna, Amerika Serikat. Sama dengan Pulau Sonsorol, jaraknya 35 mil.
Sedangkan Honolulu, Hawaii yang sesuai rencana menjadi pelabuhan persinggahan Phinisi Nusantara, jaraknya masih 36 hari pelayaran.
Phinisi Nusantara masih terseok-seok.
"Ah, persetan dengan angka-angka dan perhitungan waktu yang memusingkan. Persetan dengan nasib. Kami sudah kepalang berlayar jauh," seru Capt. Gita, dicuplik dari buku Menyisir Badai karya buah tulis Nina Pane dan Semy Hafid.
Para awak Phinisi Nusantara punya mantera. Mantera mengaru-nya pelaut Bugis.
Takunjunga bangunturu, nakugunciri gulingku, kualleanna tallanga na toalia...
(Tidak begitu saja aku ikut angin buritan, dan aku putar kemudiku, lebih baik aku pilih tenggelam dari pada balik haluan…)
Bangsa Bahari
Sekadar mengingatkan, saat itu--ekspedisi Phinisi Nusantara 30 tahun lampau--jadi buah bibir dunia.
Dunia menunggu-nunggu, apakah Phinisi Nusantara yang dilayarkan anak-anak Indonesia berhasil tiba di Benua Amerika, menghadiri perhelatan akbar Vancouver Expo 86 di Kanada.
Bagi para "pelaut-pelaut gila" itu, bangsa Indonesia selalu mengaku bangsa bahari, bangsa maritim. Bahkan bikin lagu, nenek moyangku seorang pelaut.
Entah mitos, pun legenda. Atau memang sejarah, digadang-gadang pula bahwa pada zaman dahulu nenek moyang kita gagah berani mengarungi lautan dengan kapal layar, jauh hingga ke Madagaskar.
Dinakhodai Capt. Gita Ardjakusuma, pelaut-pelaut Indonesia ini ingin membuktikan kepada dunia, bahwa kita memang bangsa pelaut.
Maka, sekali layar terkembang pantang surut ke belakang. Meski terseok-seok, Phinisi Nusantara terus memacu haluan.
Yang terjadi selanjutnya, para awak Phinisi Nusantara tiba-tiba bergegas mengenakan pelambung. Membungkus barang-barang pribadi yang dinilai penting dalam plastik.
Badai dengan kecepatan 30 knots datang menyergap. Bagaimana cara mereka menghadapinya? --bersambung (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mission Impossible...Mana Pelaut Indonesia?
Redaktur : Tim Redaksi