Luhut dan Susi Tak Elok Berseteru di Ruang Publik

Kamis, 11 Januari 2018 – 11:50 WIB
Anggota Komisi IV DPR Zainut Tauhid Sa'adi. Foto: HUmas Humas DPR

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan polemik antara Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait pembakaran dan penenggelaman kapal asing yang melanggar ketentuan hukum di Indonesia, seharusnya tidak perlu terjadi.

Dia mengatakan di samping menimbulkan kegaduhan, juga dapat dinilai sebagai bentuk kelemahan koordinasi antarkementerian dalam pelaksanaan penegakan hukum di Indinesia.

BACA JUGA: Menteri Retno dan Susi Sah jadi Warga Kehormatan Kapal Selam

Menurut dia, hal tersebut juga bisa ditafsirkan bahwa pemerintah Indonesia tidak konsisten dalam upaya penegakan hukum.

"Sangat tidak elok mempertontonkan perseteruan atau perbedaan pandangan kepada publik dalam masalah penegakan hukum. Apalagi subjek hukumnya adalah kapal asing,” kata Zainut, Kamis (11/1).

BACA JUGA: Suhendra Nilai Pernyataan Luhut Hanya Duplikasi

Dia mengatakan, sebenarnya pembakaran dan atau penenggelaman kapal sebagai upaya penegakan hukum sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Pasal 69 ayat 4 disebutkan bahwa dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

Selain itu juga diatur dalam pasal 76A yang menyebutkan bahwa benda dan atau alat yang digunakan dalam dan atau yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri.

BACA JUGA: Pro dan Kontra Peledakan Kapal Jangan Bikin Gaduh

Menurutnya, memang pembakaran dan atau penenggelaman kapal bukan satu-satunya bentuk hukuman yang dapat diterapkan.

Hakim pengadilan juga bisa menggunakan pasal 76C (1) yang menyatakan benda dan atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 76A dapat dilelang untuk negara.

Selain itu bisa juga pasal 76C ayat (5) yang menyebutkan benda dan atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan yang berupa kapal perikanan dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan atau atau koperasi perikanan.

Menurut Zainut, ada dua hal yang berbeda antara upaya penegakan hukum dengan upaya peningkatan produksi. Untuk penegakan hukum sepanjang sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan harus tetap dilaksanakan sebagai bentuk law enforcement untuk menjaga kedaulatan laut Indonesia.

Sedangkan untuk peningkatan produksi seharusnya Luhut lebih mengkritisi kebijakan KKP yang justru banyak menghambat sektor produksi perikanan. "Yaitu berbagai peraturan menteri KKP yang selama ini banyak menimbulkan kontroversi," tuntas politikus PPP ini.(Boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Larangan Cantrang Dipaksakan, Antar-Nelayan Rawan Gesekan


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler