Lukman Hakim Tolak Sekolah Lima Hari Diterapkan di Madrasah

Jumat, 07 Juli 2017 – 11:55 WIB
Menag Lukman Hakim Saifuddin. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Agama (kemenag) memastikan bahwa sekolah lima hari tidak cocok dengan sistem pendidikan di madrasah.

Saat ini saja, dengan kurikulum yang dikembangkan siswa masuk enam hari dan sudah sampai sore.

BACA JUGA: Pokoknya, Pak Muhadjir Harus Batalkan Aturan Lima Hari Sekolah

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menuturkan setelah pertemuan dengan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu isu kebijakan pendidikan itu bukan lagi soal sekolah lima hari.

Tapi, lebih fokus kepada pendidikan karakter. Kebijakan tersebut akan diwadahi dalam peraturan presiden.

BACA JUGA: FPKB Minta MUI Fasilitasi Dialog Polemik Sekolah Lima Hari

”Saat ini sedang dilakukan pertemuan-pertemuan yang lebih intensif untuk bagaimana pendidikan karakter ini bisa dilaksanakan di seluruh lembaga pendidikan kita,” ujar Lukman usai bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla membahas soal Universitas Islam Internasional Indonesia, kemarin (6/7).

Dia menegaskan kebijakan sekolah lima hari tidak bisa diterapkan di pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD), Tsanawiyah (setingkat SMP), dan Aliyah (setingkat SMA) yang dinaungi Kemenag.

BACA JUGA: Mendikbud: 8 Jam di Kelas, Jangankan Anak-anak, Guru juga gak Kuat

Sebab, dengan sistem pendidikan sekarang ini siswa masuk enam hari sekolah dan pulang sampai pukul 15.00 hingga 16.00. Lantaran kurikulum atau pelajaran mereka lebih banyak.

”Jadi kalau lima hari bisa-bisa mereka pulang jam 18.00 sore, itu sesuatu yang gak mungkin,” tegas Lukman.

Lantaran ada benturan seperti itu, konsepsi pendidikan karakter yang ditawarkan kemendikbud dalam bentuk sekolah lima hari hingga sore itu perlu banyak penyesuaian.

Sehingga kebijakan pendidikan karakter itu bisa diaplikasikan di semua lembaga pendidikan. ”Ini yang sedang digodok,” imbuh dia.

Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan masyarakat sebaiknya bersabar. Sebab keputusan final nanti ada di dalam Peraturan Presiden (Perpres).

’’Permen 23/2017 yang mengatur soal sekolah lima hari tidak berlaku jika nanti Perpresnya sudah keluar,’’ katanya di Jakarta kemarin (6/7).

Namun sebelum Perpres itu keluar, Permendikbud 23/2017 masih berlaku.

Muhadjir mengatakan Presiden Joko Widodo mengakomodasi aspirasi masyarakat terkait dengan pemberlakuan sekolah lima hari dalam sepekan.

Khususnya terkait dengan ketentuan sekolah delapan jam atau seharian penuh di sekolah. ’’Berada di sekolah delapan jam. Jangankan siswanya, gurunya juga tidak semuanya kuat,’’ tuturnya.

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu kembali meluruskan bahwa yang dilakukan Kemendikbud adalah memperkuat pendidikan karakter.

Pendidikan karakter sendiri sudah ada di dalam Kurikulum 2013. Dia mengatakan tidak akan mengubah kurikulum kembali.

Hanya saja muatan pendidikan karakter untuk pendidikan dasar, porsinya mencapai 70 persen. Nah untuk mencapai 70 persen itu, penguatan pendidikan karakter tidak hanya di dalam kelas atau di sekolah saja.

Muhadjir juga menegaskan dugaan adanya penghapusan pesantren maupun madrasah diniyah itu adalah bentuk penyesatan luar biasa. ’’Levelnya sudah pembunuhan karakter,’’ jelasnya.

Menurutnya solusi penguatan pendidikan karakter harus cepat dijalankan. Sebab waktu yang tersedia terbatas.

Sikap Muhadijir berkaitan dengan kebijakan sekolah lima hari terus menuai penolakan. Salah satunya dari Dewan Pengurus Pusat Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (DPP FKDT) yang menaungi 84.796 lembaga di seluruh Indonesia.

Ketua Umum DPP FKDT Lukman Hakim dengan tegas menyampaikan bahwa pihaknya tidak sepakat dengan kebijakan tersebut.

”DPP FKDT menyatakan menolak dan menuntut Kemendikbud mencabut Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah,” ungkap dia kemarin.

Tentu saja pria yang akrab dipanggil Lukman itu tidak sembarangan berujar. Dia menyampaikan hal itu dengan berbagai alasan.

Menurut dia, kebijakan sekolah lima hari akan berdampak besar terhadap eksistensi madrasah diniyah. Bahkan berpotensi mematikan layanan pendidikan tersebut.

”Kebijakan yang akan memberangus institusi lain. Terutama madin (madrasah diniyah), kami akan tegas menolak kebijakan itu,” ujarnya.

Sebab, kata dia, sumbangsih madrasah diniyah terhadap perkembangan dan pertumbuhan dunia pendidikan tanah air besar.

Menurut Lukman, setiap kebijakan yang ditelurkan pemerintah tidak boleh dipaksakan. ”Jangan sampai membuat gaduh,” kata dia.

Apalagi Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan bahwa kebijakan itu ditangguhkan. ”Ada pemberitaan diberbagai medsos (media sosial) selagi perpres belum ada, permendikbud jalan,” imbuhnya.

Dia berpendat, keputusan tersebut berlawanan dengan instruksi Presiden Jokowi. Untuk itu, dia berharap presiden merespons sikap DPP FKDT juga instansi dan lembaga lain yang satu suara dengan mereka.

Bila tidak, demonstrasi secara masif bakal dilakukan oleh DPP FKDT. Aksi tersebut bakal dimulai dengan audiensi bersama pimpinan daerah. Baik bupati, wali kota, gubernur, maupun ketua DPRD di masing-masing wilayah.

”Kalau itu kurang, seluruh komponen madin akan melakukan aksi damai mulai 13 Juli 2017,” ujarnya. Mereka sepakat lantaran kebijakan lima hari sekolah bukan hanya mengancam keberadaan madrasah diniyah.

Melainkan juga melanggar aturan yang berlaku. ”Sangat tidak aplikatif dan tidak mencerminkan karakteristik pendidikan di Indonesia,” tegasnya. (jun/wan/syn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Maksimalkan Penggunaan Komputer untuk Sekolah Lima Hari


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler