jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kota Solo akan menarik perhatian publik karena jadi arena pertarungan lanjutan kompetisi politik nasional pasca Pilpres 2024.
Menurut Qodari, Kota Solo juga akan mendapat sorotan tajam dari para elite politik nasional.
Meskipun levelnya tingkat kota, dia melihat paralelisme dari kontestasi nasional itu menemukan wajah paling nyata di Provinsi Jawa Tengah dan di Kota Solo.
“Saya kira yang sangat menarik adalah sebetulnya Kota Solo ini adalah keberlanjutan dari kontestasi kompetisi di tingkat nasional, mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa sebetulnya pilkada ini memang untuk sebagian paling tidak merupakan the legend continue dari Pilpres 2024 yang lalu,” ujar Qodari, dalam kegiatan Konsolidasi Relawan Sahabat Bang Ara dan Stefanus Gusma, di Wisma Dewa Dewi di Kota Solo, dikutip Kamis (8/8/2024).
BACA JUGA: Qodari: Perlu Lanjutkan Kesuksesan Jokowi dan Gibran Pimpin Kota Solo
Qodari menjelaskan Solo merupakan kota yang istimewa. Sebab, daerah yang jadi tempat kelahiran Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) itu memiliki nuansa atmosfer politik dashyat yang getaran dan exposure-nya sampai ke tingkat nasional.
“Kenapa? Karena Solo ini tempat di mana Pak Jokowi lahir sebagai pemimpin, menjadi walikota, tempat di mana Mas Gibran menjadi wali kota dan sekarang Mas Gibran menjadi wakil presiden. Pak Jokowi menjadi presiden dan Mas Gibran menjadi wakil presiden dari Pak Prabowo,” imbuhnya.
BACA JUGA: Qodari: Presiden Jokowi Berhasil dan Mampu Membangun Komunikasi dengan Masyarakat Bawah
Selain itu, Qodari melihat konstelasi nasional makin terlihat nyata dengan rivalitas antara kubu Koalisi Indonesia Maju (KIM) dengan PDI Perjuangan, baik di Solo maupun Jawa Tengah.
“Jadi, saya melihat kontestasi yang kita saksikan di tingkat nasional pro kontranya, pertarungannya itu bisa terjadi di tingkat provinsi melawan siapa, Pak Lutfi dengan Mas Kaesang melawan siapa misalnya begitu, dan di Kota Solo ini Gusti Bhre atau Mas Bhre ini akan berhadapan dengan siapa nanti lawannya,” ucapnya.
“Siapa lawannya nanti jangan ditanya, kan saya sudah kasih clue-nya bahwa ini adalah keberlanjutan di tingkat nasional silakan pembaca tafsirkan sendiri,” imbuhnya.
Qodari menerangkan meskipun tidak menutup kemungkinan PDIP akan bergabung dengan mendukung calon yang diusung KIM, namun peluang itu lebih kecil dibandingkan dengan saling berhadapan.
“Saya melihat bahwa pada hari ini kemungkinan antara Koalisi Indonesia Maju khususnya Koalisi Indonesia Maju Plus itu akan berhadapan dengan partai pemenang di Solo ini, walaupun tentu saja tidak tertutup kemungkinan misalnya terjadi koalisi tetapi kalau dipresentasikan ya berkoalisi itu peluangnya di bawah 50%,” ucapnya.
“Di atas 50% lebih mungkin akan bertarung, karena memang kita melihat di tingkat nasional pasca Pilpres 2024 itu antara PDI Perjuangan dengan Koalisi Indonesia Maju dengan Pak Jokowi itu justru mengalami pengerasan,” tambahnya.
Dijelaskan Qodari, indikator masih belum membaiknya hubungan antara PDIP atau Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum dengan Presiden Jokowi itu tercermin dari restrukturisasi kepengurusan DPP PDIP dengan memasukkan kader-kader yang kerap melontarkan serangan-serangan terhadap pemerintah.
“Kita lihat misalnya bagaimana pidato Bu Mega keras, bagaimana kemudian misalnya DPP PDI Perjuangan dilakukan restrukturisasi dimasukkan figur-figur yang ofensif, sementara figur-figur yang moderat yang tidak ofensif tugas-tugasnya dibayangi oleh figur-figur yang ofensif tadi,” ujar Qodari.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari