MA Cabut Pasal tentang Tarif Ojek Online, Organda Sewot

Rabu, 23 Agustus 2017 – 17:20 WIB
Driver ojek online. Foto: Radar Bogor

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mempertanyakan keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 37P/HUM/2017 yang mencabut 14 pasal dari Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Pasalnya, MA beralasan pencabutan dilakukan antara lain karena menilai pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

BACA JUGA: Resmi, Ojek Online Dilarang Mangkal di Jalur Pedestrian

Padahal pasal-pasal dalam Permenhub 26 itu acuannya Peraturan Pemerintah Nomor 74/2014 tentang Angkutan Jalan dan PP ini merupakan turunan dari UU LLAJ.

"Kalau pasal-pasal itu didrop, berarti MA juga mencabut PP dan undang-undang. Kami jadi bingung kok bisa MA mencabut itu. Keputusan apa ini," ujar Shafruhan di Jakarta, Rabu (23/8).

BACA JUGA: Putusan Mahkamah Agung Soal Transportasi Kini Dikritisi

Selain itu, MA juga beralasan pencabutan ke-14 pasal karena dinilai bertentangan dengan UU Nomor 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Menanggapi hal tersebut Shafruhan mengatakan, bahwa setiap usaha memiliki aturan. Sementara model transportasi online atau transportasi berbasis aplikasi belum ada aturannya.

BACA JUGA: Taksi dan Ojek Online di Jember Belum Kantongi Izin

Mereka tiba-tiba muncul dan menentukan tarif dan kuota sendiri tanpa melibatkan pemerintah. "Mereka menentukan tarif sendiri itu kan melecehkan pemerintah, itu perusahaan aplikasi nyata-nyata melecehkan pemerintah," tuturnya.

Pemerintah melalui Kemenhub kata Shafruhan, justru kemudian berbaik hati mengakomodasi kehadiran transportasi online. Kuota, aturan tarif, wilayah operasional, status angkutan kemudian diatur dan ditentukan masing-masing daerah.

Pemerintah daerah diberi kewenangan mengatur karena memahami situasi dan kondisi yang ada. "Jakarta dan Bandung saja itu sudah beda. Bayangkan, untuk tarif itu perusahaan aplikasi yang menentukan sendiri. Nah sekarang salah satu yang dicabut MA justru malah terkait tarif dan kuota dalam pasal-pasal itu. Tentu ini juga menjadi pertanyaan kami," pungkas Shafruhan.

Untuk diketahui, Rapat Permusyawaratan MA pada 20 Juni 2017 membatalkan 14 pasal yang mengatur angkutan berbasis aplikasi online di dalam Permenhub 26/2016. Dalam putusan Nomor 37P/HUM/2017, MA mengabulkan permohonan hak uji materiil dari Sutarno dkk.

Ke-14 pasal itu adalah Pasal 5 ayat 1 huruf e, Pasal 19 ayat 2 huruf f dan ayat 3 huruf e, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 huruf a, Pasal 30 huruf b, Pasal 35 ayat 9 huruf a angka 2 dan ayat 10 huruf a angka 3, Pasal 36 ayat 4 huruf c dan Pasal 37 ayat 4 huruf c.

Selanjutnya, Pasal 38 ayat 9 huruf a angka 2, Pasal 44 ayat 10 huruf a angka 2 dan ayat 11 huruf a angka 2, Pasal 51 ayat 3 dan Pasal 66 ayat 4 dalam Permenhub 26/2017 dan dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dimaksud adalah UU UMKM dan UU LLAJ. MA juga menyatakan Pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan memerintahkan Menteri Perhubungan untuk mencabut pasal-pasal tersebut.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemda Tak Punya Regulasi, Go-Jek dan Ojek Pangkalan Sebaiknya Berbagi


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler