jpnn.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum menerima salinan putusan 22 koruptor yang 'disunat' Mahkamah Agung (MA).
"Hingga saat ini KPK belum menerima salinan putusan lengkap secara resmi dari MA terkait putusan majelis PK (Peninjauan Kembali) atas sekitar 22 perkara yang mendapatkan pengurangan hukuman," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam rilis yang diterima jpnn.com, Rabu (30/9).
BACA JUGA: Kasus Korupsi RTH Kota Bandung, KPK Periksa Eks Kasi DPKAD
Oleh karena itu, KPK berharap MA segera mengirimkan salinan putusan lengkap. Hal itu bukan tanpa alasan, sebab komisi antirasuah dapat mempelajari lebih lanjut pertimbangan hakim dalam memutuskan PK.
"Kami berharap MA dapat segera mengirimkan salinan putusan lengkap tersebut agar kami dapat pelajari lbh lanjut apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim," kata Ali.
BACA JUGA: Polisi Temukan Fakta Baru Kasus Kaburnya Napi Cai Changpan dari Lapas Tangerang, Parah!
Ali Fikri mengatakan, saat ini masih ada sekitar 38 perkara koruptor yang ditangani KPK dan tengah mengajukan PK ke MA.
"Saat ini setidaknya masih ada sekitar 38 perkara yang ditangani KPK sedang diajukan PK oleh para napi korupsi," ujar Ali.
BACA JUGA: Bus Pariwisata Tabrak 7 Kendaraan di Jalur Dieng, 4 Orang Tewas, Ini Identitas Korban
Menurutnya, jangan sampai ini menjadi modus baru para koruptor untuk mengurangi hukumannya dengan mengajukan PK.
"Fenomena ini seharusnya dapat dibaca bahwa sekalipun PK adalah hak terpidana namun dengan banyaknya permohonan PK perkara yang misalnya baru saja selesai eksekusi pada putusan tingkat pertama jangan sampai dijadikan modus baru para napi koruptor dalam upaya mengurangi hukumannya," tegas Ali.
Lebih jauh, Ali mengatakan, semua korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang berdampak dasyat pada kehidupan manusia.
"Oleh karenanya salah satu upaya pemberantasannya adalah dengan adanya efek jera terhadap hukuman para koruptor sehingga calon pelaku lain tidak akan melakukan hal yang sama," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menilai seharusnya MA memberi penjelasan soal diskon putusan koruptor.
MA kemudian membalasnya dengan meminta Nawawi tidak mengomentari putusan jika belum membacanya secara lengkap.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah, menyebut karena belum membaca secara lengkap putusan MA secara lengkap, maka sah-sah saja seseorang memiliki harapan agar hukuman para koruptor tidak diringankan.
Namun, kata dia, MA memiliki wewenang dan independensi sendiri untuk memutuskan hal tersebut.
Menurutnya, rasa keadilan setiap hakim itu berbeda. Dia menilai penggunaan istilah potong hukuman itu tidak tepat digunakan dalam konteks pembelajaran hukum. (mcr3/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama