JAKARTA - Pakar hukum dari Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar, Laode Muhamad Syarif, menilai Mahkamah Agung (MA) telah menggunakan kacamata kuda dalam memutus perkara Peninjauan Kembali (PK) tentang Surat Ketetapan penghentian Penuntutan (SKPP) dari Kejaksaan Agung untuk dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M HamzahDengan menolak PK tersebut, MA dinilai Laode hanya berkutat pada formalitas belaka tanpa memabnda substansi keadilan
BACA JUGA: Baasyir Akan Lapor ke MK
Menurutnya, dengan tidak diterimanya permohonan PK hanya karena alasan syarat formil maka otomatis dua pimpinan KPK yang membidangi penindakan itu kembali tersandera dan menjadi tersangka dalam perkara pemerasan serta penyalahgunaan kewenangan
"MA tidak mempertimbangkan rekaman percakapan yang diputar di MK, bagaimana KPK dikriminalisasi
BACA JUGA: ICW Beber Rekayasa Kasus Bibit-Chandra
MA cenderung menggunakan kacamata kuda dengan mengabaikan subtantif justice," kata Laode Syarif kepada wartawan di Jakarta, Minggu (10/10).Laode yang juga Chief of Cluster Security and Justice Governance Partnership itu mengatakan, MA juga tidak mempertimbangkan perkembangan keberadaan rekaman pembicaraan telepon Ary Muladi dengan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja yang ternyata tidak ada
BACA JUGA: PLN Kirim Bantuan ke Wasior
Laode Syarif pun pun menyebut kesaksian Kompol Farman, salah satu penyidik di Bareskrim Polri saat bersaksi di sidang Anggodo Widjojo"Kompol Farman ketika di Pengadilan Tipikor menyatakan (rekaman pemnbicaraan Ade Rahardja-Ary Muladi) tidak ada," ujarnya.
Polri, lanjut Laode Syarif, lantas menyebut rekamnan itu hanya berbentuk call data record (CDR)Ternyata, data CDR juga menunjukkan bahwa Ary Muladi tidak berbicara per telpon dengan Ade Rahardja, melainkan dengan seseorang berinisial ESTak hanya itu, kejaksaan juga mengelak dan menyatakan bahwa adanya rekaman itu berdasarkan dari pernyataan Kapolri.
"Berdasarkan berbagai fakta yang kami cermati selama ini, perkara (Bibit-Chandra) adalah murni hasil rekayasaDan MA ternyata mengesampingkan itu semua dalam putusannyaMA hanya mempertimbangkan formalitas hukum saja," katanya.
Putusan MA, masih menurut Laode, tidak sesuai dengan amanat Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman"Hakim bisa menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat tanpa harus terpaku pada formalitas hukum," ulasnya(awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sudah 125 Kada Tersangkut Korupsi
Redaktur : Tim Redaksi