Maaf Adalah Sumber Persatuan

Oleh Muhaimin Iskandar*

Jumat, 09 Agustus 2013 – 13:01 WIB

jpnn.com - ALLAHU Akbar Walillahilhamd

Taqobalallahu minna wa minkum, minal 'aidin wal faizin, mohon maaf lahir batin, adalah ucapan yang selalu disampaikan dan diterima kaum muslimin di Hari Lebaran. Inti makna yang terkandung di dalam kalimat itu adalah maaf dan memaafkan.

BACA JUGA: Fitri yang Damai dan Sakinah

Mengatakan maaf itu sangat mudah, tetapi memberi maaf dengan hati yang tulus dan menghilangkan segala luka dan memberikan kesempatan kepada orang untuk kedua kalinya itu sangat susah.

Namun, apabila kita bisa melakukannya, Allah menjanjikan jaminan istana di surga untuk kita seperti dalam sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan betapa Allah sangat senang kepada orang yang mau dengan tulus ikhlas memaafkan kesalahan orang lain. Berikut ini kisahnya.

BACA JUGA: Kader Demokrat Bagikan Makanan Siap Saji

Dua orang umatku pada hari kiamat kelak akan datang seraya berlutut di bawah Arasy. Lalu berkatalah orang pertama. "Ya Tuhan, balaslah kezaliman yang telah dilakukan saudaraku ini karena sungguh dia telah berbuat aniaya kepadaku."

Kemudian Allah pun berkata kepada orang yang kedua, "Bayarlah atas engkau kezaliman yang pernah engkau lakukan kepada saudaramu itu!"

BACA JUGA: Islam dan Gender

Orang yang kedua itu pun menjawab. "Ya Tuhanku, sungguh seluruh amal kebaikanku telah habis." Mendengar jawaban itu, Allah pun berkata kepada orang pertama, "Bukankah engkau telah mendengar sendiri bahwa kebaikan saudaramu itu telah habis?" "Kalau begitu, ambillah oleh-Mu wahai Tuhanku, kejelekan-kejelekanku dan tumpahkanlah kepadanya!" sahut orang pertama tadi.

Kemudian Allah SWT bertanya kepada orang pertama, "Apa engkau ingin memiliki hal yang lebih baik dari itu?" "Apakah itu wahai Tuhanku?" jawab orang pertama. "Angkatlah kepalamu dan lihatlah di atas sana!" Maka, orang pertama tadi mengangkat kepalanya dan memandang ke arah surga. Dilihatlah olehnya di surga itu terdapat sebuah istana yang terbuat dari emas permata yang belum pernah dia lihat padanannya di dunia ini.

"Sultan manakah yang memiliki istana itu, Tuhanku?" tanya orang pertama tadi. "Milik seorang nabikah? Atau seseorang yang telah gugur di jalan-Mu?" Allah lalu berfirman, "Istana itu milik orang yang sanggup membayar harga dari istana tersebut." "Wahai Tuhanku, siapakah dia?" "Engkau pun bisa memilikinya?" "Bagaimana caranya, wahai Tuhanku?" "Dengan kata maafmu kepada saudaramu itu," kata Allah.

Maka, berkatalah orang yang hendak menuntut balasan atas saudaranya itu, "Wahai Tuhanku, hamba telah memaafkannya. Hamba mengampuni kesalahannya." Kemudian Allah pun berfirman, "Peganglah tangan saudaramu itu dan masuklah kalian berdua ke surga."

Maaf dan memaafkan adalah kunci persahabatan, kunci persaudaraan, kunci persatuan, dan kunci kesuksesan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa memaafkan kesalahan-kesalahan masa lalunya. Dengan memaafkan, kekuatan yang tadinya tidak bisa bersatu akan dapat dipersatukan sehingga potensi bangsa menjadi lebih besar.

Sudah menjadi rahasia, di antara para pendiri republik ini, seperti Soekarno, Moh. Hatta, Syahrir, dan sebagainya, terdapat banyak perbedaan dan kerap saling serang. Masing-masing memiliki pendapat bagaimana cara Indonesia merdeka. Bahkan, Soekarno dan Hatta pernah diculik dan dipaksa mempro­klamasikan kemerdekaan. Para pemuda seperti Sukarni yang menculik mereka akhirnya meminta maaf. Soekarno dan Hatta memaafkannya. Tanpa saling memaafkan, tak akan ada persatuan. Tanpa persatuan, tak akan ada kemerdekaan.

Kita membutuhkan semangat yang sama untuk menghadapi tantangan di abad ini. Ada terlalu banyak bukti di mana kita kehilangan potensi persatuan hanya karena tidak mampu menerima perbedaan. Adanya bom dan ancaman terhadap kelompok masyarakat tertentu, baik karena perbedaan keyakinan maupun cara ritual, salah satu contoh yang sering kita saksikan. Mereka adalah potensi-potensi bangsa yang kalau disatukan akan memperbesar kekuatan bangsa kita.

Pelaku bom seperti yang kita saksikan di Wihara Ekayana, Jakarta Barat, beberapa hari lalu adalah kelompok masyarakat yang tidak bisa memaafkan dan menerima perbedaan. Begitu pula para pelaku bom sebelum-sebelumnya. Bukan itu saja, setiap bom yang muncul menerbitkan kecurigaan satu sama lain dan ini menjadi bibit baru untuk menjauhkan semangat saling memaafkan.

Maaf dan memaafkan adalah sumber kekuatan sebuah bangsa untuk menjadi besar, kuat, dan disegani bangsa lain. Kita membutuhkan lebih banyak lagi dibanding para pendahulu kita untuk saling memaafkan karena tantangan zaman yang kita hadapi jauh lebih berat. Di Hari Idul Fitri kali ini, akan sangat besar maknanya kalau kita menjadikannya sebagai titik tolak baru, membangun semangat saling memaafkan di masa-masa yang akan datang. Izinkan saya memulainya dengan mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri serta mohon maaf lahir dan batin. (*)

*Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Ketua Umum DPP PKB

BACA ARTIKEL LAINNYA... Semangat Zakat Adalah Pemerataan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler