Macao Po Nenek Moyang Kalijodo

Jumat, 19 Februari 2016 – 13:05 WIB
Fientje de Feniks, pelacur indo yang menggemparkan di abad 20. Foto: Repro buku Jakarta Tempo Doeloe.

jpnn.com - JAUH sebelum Kalijodo, arena prostitusi sudah ada di Jakarta. Bermula di sekitar Stasiun Beos Jakarta Kota, bernama Macao Po.

Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network

BACA JUGA: Pelacuran di Zaman Kompeni, Begini Aturan Mainnya...

Untuk menghibur tentara Belanda yang baru saja menguasai Batavia, germo-germo dari Portugis dan Cina mendatangkan pelacur dari Macao.

Mereka buka praktek di sekitar stasiun Jakarta Kota sekarang ini. Dulu namanya Macao Po, merujuk negeri asal para pelacurnya.

BACA JUGA: Anak Bung Karno, Ali Sadikin dan Lantai Dansa

Lokasi ini memang tak jauh dari tangsi militer Belanda. yakni di Binnenstadt--sekitar jembatan Kota Intan, Kota Tua. 

Merentang jaraknya hari ini, antara tangsi militer dan Macao Po hanya dibatasi kawasan Museum Fatahilah. "Konsentrasi prostitusi pertama di Jakarta adalah kawasan Macao Po," begitu tesis Ridwan Saidi, budayawan Betawi.  

BACA JUGA: SENI...! Cara Anak Bung Karno Memukau Orang di Zaman Soeharto

Maka tepatlah apa yang disebut Liesbeth Hesselink dalam Prostitution: A Necessary Evil, Particularly in the Colonies, bahwa di seluruh dunia, tangsi militer menjadi persemaian prostitusi. Demikian pula di Hindia Belanda.

(baca: Pelacuran di Zaman Kompeni, Begini Aturan Mainnya...)

Gang Mangga

Macao Po berkembang. Pada 1852 pemerintah Hindia Belanda menelurkan Reglement tot wering van de schadelijke gevolde, welke uit de prostitutie voortvloeien, yang mengatur pemisahan rumah bordil tentara (gouvernementskaten) dengan rumah bordil lainnya.

Muncullah komplek pelacuran baru di Gang Mangga, sebelah timur Macao Po. Tak jauh dari stasiun Jayakarta sekarang. 

Pelacuran kelas rendah ini cukup terkenal. "Bahkan saat itu orang menyebut sakit sipilis dengan sebutan sakit mangga," tulis Lamijo dalam Prostitusi di Jakarta dalam Tiga Kekuasaan, 1930-1959

Karena mewabahnya penyakit mangga, pada 1874 pemerintah Hindia Belanda menerbitkan kebijakan yang mewajibkan para pelacur mendaftarkan diri ke polisi dan tiap pekan memeriksa kesehatannya ke dokter.

"Yang kena penyakit kelamin, dikarantina di rumah sakit. Dan tidak boleh pergi sebelum sembuh," tulis Liesbeth.

Bahkan dua tahun kemudian, pemerintah mendirikan rumah sakit khusus pelacur.

Kompleks macam Gang Mangga cepat berkembang. 

Bak jamur di musim hujan, bermunculanlah  rumah bordil di Gang Hauber (Petojo) dan Kaligot (Sawah Besar).

Kemudian, menyusul dibukanya Pelabuhan Tanjung Priok pada 1883, lalu pembangunan stasiun Pasar Senen, arena pelacuran pun tak lagi terkonsentrasi di sekitar Macao Po.

Di Senen, yang cukup terkenal rumah pelacuran milik Umar, seorang germo yang namanya cukup sohor di abad 20. 

Umar terkenal lantaran menjadi bos dari Fientje de Feniks, pelacur indo yang… --bersambung (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PETA Blitar Berontak, Jepang Buru Kader PKI


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler