Penegasan tersebut disampaikan Koordinator Koalisi Anti Utang (KAU), Dani Setiawan, di Jakarta, Selasa (27/10)
BACA JUGA: Budayakan Reformasi Birokrasi
"Pengaruh neoliberalisme dan kekuatan negara-negara maju melalui 'Mafia Berkeley' semakin dominan dalam perumusan kebijakan ekonomi di tingkat nasional hingga daerahPenerimaan negara dari pajak, sumber daya alam serta penarikan utang baru, lanjutnya, sebagian besar masih dinikmati oleh kreditor asing dan individu dalam bentuk pembayaran cicilan bunga dan pokok utang
BACA JUGA: Kenaikan Gaji Pejabat Tidak Berkeadilan
Perbankan juga masih menikmati porsi besar dalam bentuk pembayaran bunga obligasi rekapitulasi perbankan.Dia jelaskan, penumpukan utang baru menimbulkan biaya sangat besar yang ditanggung oleh rakyat dalam bentuk pemotongan subsidi dan anggaran sosial
BACA JUGA: Titik-titik Kecurangan Seleksi CPNS Diawasi Ketat
Masih di bawah total belanja subsidi energi 2005–2009 sebesar Rp641,4 triliunSementara alokasi subsidi non energi hanya sebesar Rp172,2 triliun."Fakta ini menunjukan potret ketidakadilan dalam kebijakan anggaran yang pro kreditor selama iniLebih dari 65,0 persen dari total pembayaran bunga utang diperuntukkan untuk pembayaran bunga utang dalam negeri yang seluruhnya berasal dari pembayaran bunga Surat Berharga Negara (SBN) domestikSementara itu, sisanya sebesar 35 persen merupakan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri, yang terdiri dari bunga SBN internasional dan bunga pinjaman luar negeri," ungkapnya.
Menurut Dani, meningkatnya beban pembayaran utang menyebabkan berkurangnya anggaran sosial bagi rakyatBelanja subsidi BBM dan listrik secara konsisten mengalami penurunan selama lima tahun terakhirBegitupun alokasi untuk meningkatkan kwalitas kehidupan rakyat dan pemberantasan kemiskinan tidak mengalami kenaikan secara signifikanHal tersebut menyebabkan semakin memburuknya kwalitas pembangunan manusia sebagaimana terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia yang masih rendah jika dibandingkan negara-negara tetangga (UNDP, 2009)"Indonesia menempati posisi 111 dari 182 negara, tertinggal jauh dari negara tetangga seperti Singapura (23), Malaysia (66) dan Thailand (87)."
Selain mengkritisi utang yang menyengsarakan rakyat, Dani juga mendesak pemerintahan baru menghentikan berlangsungnya agenda liberalisasi di hampir semua sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti di sektor ketenagalistrikan, migas, air, tanah, infrastruktur, pendidikan dan kesehatanTahun 2010 diperkirakan pemerintah kembali menaikan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik, setelah dimulai sebelumnya dengan kenaikan harga gas dan tarif Tol pada tahun 2009Jika hal ini dilakukan, dapat dipastikan beban rakyat akan semakin besar terutama di wilayah-wilayah terkena bencana alam.
Karena itu, pemerintahan SBY harus memulai langkah maju dalam negosiasi penghapusan utang"Mekanisme audit utang harus diperluas untuk mendapatkan argumentasi yang kuat guna menghentikan pembayaran utang najis dan tidak sah selama ini."
Audit utang, lanjutnya, tidak terbatas pada perhitungan finansial beban utang yang belum dibayar dan biaya-biaya yang memberatkanAudit utang harus menjangkau pertanyaan dan isu-isu besar terkait sosial-ekonomi, lingkungan, hukum, politik dan dimensi etikaTujuan dari audit ini adalah membangun fakta betapa berlimpahnya dana yang dikeluarkan untuk membayar utang haram karena dimulai dengan sebuah praktek kejahatan kemanusiaan, imbuhnya.
KAU juga mengutip laporan Global Development Finance Bank Dunia pada tahun 2008 yang menempatkan Indonesia pada posisi keempat setelah Meksiko, Brazil dan Turki sebagai negara dengan jumlah utang jangka panjang terbesar dengan total utang mencapai US$67 miliarDi Asian Development Bank (ADB), Indonesia saat ini menjadi negara penghutang terbesar dengan total utang mencapai US$ 11,03 miliarSedangkan jumlah utang Indonesia kepada Bank Dunia mencapai US$8,63 miliar(fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Marzuki Alie: Jangan Banding Gaji Menteri dengan Buruh
Redaktur : Tim Redaksi