jpnn.com, JAKARTA - Mahasiswa S1 Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK-PTIK) menghadirkan solusi untuk memberi masukan dan mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).
Solusi dari Mahasiswa STIK-PTIK Angkatan 79 akan dimatangkan dalam seminar bertajuk “Strategi Perlindungan Data Pribadi: Perspektif Kepolisian Kontemporer”. Seminar akan dilakukan di Kampus PTIK, Jakarta Selatan, Selasa 19 April 2022 dan diikuti peserta secara offline dan online.
BACA JUGA: Seleksi Taruna Akpol dan Bintara Polri, Irjen Risyapudin Nursin Beri Pesan Khusus
Tak tanggung-tanggung untuk mematangkan solusi perlindungan data pribadi, mahasiswa PTIK Angkatan 79 menghadirkan narasumber kaliber internasional, Justin Jin-Hyuk Choi, PHD, CISSP dari Korea Selatan.
Jin Hyuk adalah profesor cyber crime dan criminal investigation dari Korean National Police University (KNPU).
BACA JUGA: Pratama Persadha: Komisi PDP tidak Akan Maksimal di Bawah BSSN
Narasumber lain, yakni Gildas Deograt Lumy (CEO Xecure IT), Irjen Pol Slamet Uliandi, SIK (Kadiv TIK Polri), Samuel Abrijani Pangerapan, BSc (Ditjen Aptika Kemenkominfo), Muhammad Arif Angga (Chairman APJII), dan Jauhar R Sumirat STrK, MA (Mahasiswa PTIK Angkatan 79).
Keynote speaker adalah Menkumham RI Prof Yasonna Laoly, SH, MSc, PhD.
BACA JUGA: Dirjen PDP Terjun Langsung ke Desa Pantau Penyaluran BLT Dana Desa
“Zaman digital seperti sekarang ini, semuanya serbamudah. Namun ancamannya pun sangat besar terkait rawannya kebocoran data pribadi warga,” kata Pinilih Waluyo Jati, Ketua Panitia Seminar “Strategi Perlindungan Data Pribadi: Perspektif Kepolisian Kontemporer” yang juga Mahasiswa S1 STIK-PTIK Angkatan 79 dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (17/4).
Pinilih mengungkapkan pandemi Covid-19 dengan aturan pembatasan fisik membuat era digital mengalami akselerasi secara luar biasa.
Semua orang mau tidak mau berbondong-bondong menggunakan perangkat digital.
Akselerasi digital berdampak positif.
Meskti tak bisa melakukan pertemuan langsung secara fisik seperti sebelumnya, berkat perangkat digital orang tetap bisa saling terhubung secara real time.
Namun, era digital juga menghadirkan celah ancaman besar.
Era digital mengharuskan siapa pun mengirimkan data pribadi agar bisa menjalankan perangkat digitalnya.
“Ini masalahnya. Ada celah data pribadi bocor dan disalahgunakan pihak-pihak tak bertanggung jawab,” kata Pinilih.
Menurutnya, kebocoran data pribadi, tegas Pinilih, bukan sekadar isapan jempol.
Pinilih mencontohkan bocornya data puluhan juta pelanggan salah satu online shop terbesar di Indonesia ke publik.
Bukan hanya data masyarakat umum, data personel Polri juga pernah diretas oleh hacker asal Brazil.
Hal itu diklaim akun twitter @son1x777 yang mengungkapkan ada 28.000 data pribadi personel Polri yang diretas.
Demikian juga adanya klaim kebocoran data pribadi di Bank Indonesia yang diretas geng ransomware Conti.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat selama masa pandemi serangan terhadap data di sektor keuangan dan perbankkan mencapai 189.937 kasus. Sebelum masa pandemi Covid-19 atau 2019, hanya 39.330 kasus.
“Banyaknya kebocoran data pribadi makin menegaskan kebutuhan akan intervensi dari pemerintah,” kata Pinilih.
Indonesia saat ini belum memiliki regulasi khusus tentang keamanan data pribadi di dunia maya.
Peraturan perundang-undangan dan peraturan teknis yang membahas mengenai data pribadi hingga saat ini masih terpisah-pisah dan saling tumpang tindih satu sama lain.
“Indonesia memerlukan aturan khusus yang lebih sederhana yang dapat mengakomodasi segala aturan perlindungan data pribadi dari berbagai sektor, yaitu UU Perlindungan Data Pribadi,” pungkas Pinilih Waluyo Jati. (boy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi