Mahasiswa Universitas Bung Hatta Jalani Kuliah Lapangan di DPN Peradi

Rabu, 06 Desember 2023 – 14:32 WIB
Sejumlah mahasiswa dari Universitas Bung Hatta melakukan kuliah lapangan di DPN Peradi. Dok: Humas Peradi.

jpnn.com, JAKARTA - Puluhan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta (FH UBH) Padang melakukan kuliah lapangan ke DPN Peradi di bawah pimpinan Ketua Umum (Ketum) Otto Hasibuan.

Ketua Harian DPN Peradi R. Dwiyanto Prihartono menyebut pihaknya merupakan satu-satunya organisasi advokat yang diberikan kewenangan untuk mengurusi advokat sebagaimana perintah Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

BACA JUGA: Bung Hatta Sangat Sederhana, Sebaiknya Politikus dan Anak Muda Meneladannya

“Ada delapan kewenangan negara yang didelegasikan kepada Peradi ini, di antaranya pendidikan advokat, ujian advokat, dan pengangkatan advokat,” ujarnya.

Dosen Pendamping Lapangan yang juga menjabat Dekan FH UBH Padang, Dr. Sanidjar Pebrihariati menyampaikan kuliah lapangan di DPN Peradi ini diikuti oleh 42 orang mahasiswa FH semester VII yang telah selesai mengikuti ujian seminar proposal untuk mendapatkan pengetahuan praktik di bidang hukum.

BACA JUGA: Peradi Pimpinan Otto Hasibuan Tegas Menolak Pembentukan DAN

‎Dalam acara yang juga dihadiri Waketum DPN Peradi Zul Armain Aziz, Wasekjen Viator Harlen Sinaga, dan Kabid Publikasi, Humas, dan Protokoler Riri Purbasari Dewi ini,‎ Peradi menyiapkan tiga pemateri untuk membekali puluhan mahasiswa FH UBH mengenai praktik TUN.

Ketua Bidang Kajian Hukum dan Perundang-Undangan‎ DPN Peradi, Nikolas Simanjuntak menyampaikan, berdasarkan hasil riset pihaknya pada tahun 2018, ada ‎sekitar 78 ribu peraturan tidak sinkron dan harmonis dengan ketentuan hak asasi manusia dan UUD 1945.

BACA JUGA: Peradi Jakbar Matangkan Persiapan Calon Advokat Sebelum Ikut Ujian

Dari jumlah itu, 43 ribu di antaranya merupakan peraturan daerah (Perda) tingkat provinsi dan kabupaten atau kota.

Dia mengungkapkan hadirnya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ‎juga melahirkan banyak peraturan desa (Perdes) yang tidak sinkron dengan UU di atasnya, terlebih lagi dengan ketentuan HAM dan UUD 1945.

“Itu (bisa) diadvokasi. Advoksi untuk melakukan judicial review terhadap perda sudah ada peraturan pendukungannya,” kata dia.

‎Pembicara selanjutnya, Anggota Dewan Kehormatan Daerah (DKD) DKI Jakarta, ‎Ali Abdullah Moda‎, menyampaikan, warga negara mempunyai hak untuk menggugat eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta lembaga di bawahnya sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014‎ tentang Administrasi Pemerintahan.

Pria yang juga dosen Hukum Tata Negara (HTN) di Universitas Pancasila (UP) Jakarta ini menyampaikan, masyarakat bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) misalnya karena pejabat pemerintahan tidak mengeluarkan surat keputusan (SK)‎ mengenai suatu hal.

Dia mencontohkan gugatan yang besifat fiktif negatif yang pasif, yakni wali kota tiba-tiba melakukan pembongkaran suatu bangunan, tetapi tidak ada surat atau dasar hukumnya. Sedangkan contoh tindakan bersifat pasif, yakni wali kota tidak juga menindaklanjuti permohonan penebangan pohon yang dianggap membahayakan.

“Itu bisa menjadi objek sengketa TUN tapi perbuatannya melawan hukum dan penguasa. Itu dimungkinkan diajukan gugatan yang bersifat pasif maupun bersifat aktif,” ujarnya. (cuy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Peradi Tingkatkan Kemampuan Advokat Kuasai Ilmu Hukum Persaingan Usaha


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler