JAKARTA - Penyanderaan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP oleh Marine Police Malaysia (MPM) di perairan Tanjung Berakit, Kepri menyulut lagi isu perbatasan kedua negara yang kerap memanasMenteri Luar Negeri (Menlu) Marty Natalegawa menyatakan, pada perbatasan kedua negara tidak ada area abu-abu atau grey area yang dijadikan dalih Malaysia ketika melanggar teritori Indonesia
BACA JUGA: Korut Punya Akun Twitter-YouTube
"Tidak ada itu (gray area, Red) di wilayah perbatasan dengan Malaysia
BACA JUGA: Anjing Cacat jadi Ilham Bagi Tentara
Marty menyatakan, penangkapan tujuh nelayan Malaysia oleh DKP maupun penyanderaan tiga PNS oleh MPM itu terjadi di teritori IndonesiaBACA JUGA: Desak Malaysia Minta Maaf
"Memang terjadi overlapping klaim antara kedua negara," ujarnyaNamun, di mahkamah internasional, posisi Indonesia lebih kuatMarty menjelaskan, Indonesia mengklaim memiliki perairan Kepulauan Riau yang menjadi lokasi insiden penangkapan tersebut berdasarkan peta Nomor 349 Tahun 2009Sedangkan Malaysia mengklaimnya berdasarkan peta yang lebih tua, yaitu tahun 1979"Jadi posisi Indonesia lebih jelas," ujar Marty.
Untuk itu menyelesaikan masalah perbatasan, kata Marty,diperlukan perundingan lebih lanjut antara kedua negara, Tapi, Malaysia belum siap karena masih menunggu keputusan batas wilayah dengan Singapura dari Mahkamah Internasional yang tertunda sejak tahun 2002Padahal Indonesia sudah siap kapanpun untuk berundingSaya mendengar masukan banyak pihak untuk mendesak Malaysia berunding, tapi ini bukan sesuatu yang bisa kita desak," ujar Marty.
Mnurut dia, masih ada sejumlah wilayah di perbatasan dengan Malaysia yang perundingannya belum selesai, antara lain Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut Sulawesi, dan perairan Kepulauan Riau "Wilayah itu lebih kompleks karena juga menyangkut Singapura," kata Marty
Di sisi lain, Kemenlu kemarin menyatakan telah melayangkan Nota Protes resmi kepada Malaysia terkait insiden penangkapan nelayan Malaysia dan penyanderaan petugas DKP ituSepanjang 2010, kata Marty, Indonesia sudah 9 kali menyampaikan nota protes ke Malaysia atas pelanggaran yang dilakukan.
Nota protes, kata Marty, memang tidak bisa dilakukan dengan serta mertaSemisal, kejadian di Tanjung Barikat pada Jumat 13 Agustus 2010 laluTerkait hubungan diplomatik, pemerintah butuh pengecekan, baik lewat titik koordinat maupun data lainnya menyangkut lokasi insidenSemua data harus akurat, apalagi masalah perbatasan di wilayah itu belum ada persetujuan antara Indonesia dengan Malaysia.
"Jadi tidak bisa muncul anggapan Indonesia tidak peduliKami sangat rinciSetiap ada pelanggaran kita sampaikan nota protes dengan data akurat, begitu juga sebaliknya," kata Marty
Jika pelanggaran hanya klaim tanpa data, ia meyakinkan akan sulit mempertanggungjawabkannyaDalam insiden kali ini, misi utama pemerintah sebelum melayangkan nota protes adalah memastikan tiga petugas DKP itu dipulangkan"Dan kedua, memastikan kedaulatan dan keutuhan negara kita tidak diganggu dan dikompromikan oleh pihak mana pun jugaJadi kedaulatan kita betul-betul dihormati dan tidak dikompromikan sejengkal pun," tegas Marty(zul)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Barter Bukti Diplomasi RI Lemah
Redaktur : Tim Redaksi