Mahyudin Yakin Amendemen UUD Bakal Terwujud 2020

Minggu, 03 November 2019 – 23:50 WIB
Wakil Ketua DPD RI, Mahyudin bersama Anggota DPD RI dari Kalimantan Barat Maria Goretti saat menerima audiensi mahasiswa Master School of Goverment and Public Policy (SGPP) di DPD RI (9/10). Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, SURABAYA - Wakil Ketua DPD Mahyudin memprediksi amendemen UUD 1945 akan terwujud pada 2020 nanti. Karena itu, kata dia, DPD seharusnya sudah menyiapkan materi penguatan kewenangan lembaga tersebut kalau amendemen nanti terwujud. Hal itu diungkap Mahyudin saat berbicara pada Press Gathering DPD dan Koordinatoriat Wartawan Parlemen di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (1/11).

Mahyudin menegaskan bahwa sebenarnya posisi DPD dan DPR maupun lembaga tinggi negara lain sudah setara. "Saya sering mendengar orang, teman-teman DPD berkata ingin setara dengan kamar sebelah (DPR), padahal kita (DPD) sudah setara," kata Mahyudin.

BACA JUGA: Hidayat Nur Wahid: Amendemen Terhadap Konstitusi Terus Berproses

Menurut dia, pascareformasi terjadi amendemen UUD 1945 yang melahirkan delapan lembaga negara, yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial.

"Lembaga negara ini setara, yang berbeda adalah tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga negara," ungkap Mahyudin.

BACA JUGA: MPR Buka Akses Partisipasi Masyarakat Kaji Amendemen UUD dan GBHN

Dia menambahkan, DPR memiliki kewenangan membuat UU. Sementara DPD baru sekadar mengajukan rancangan UU, mengajukan pertimbangan memberikan pengawasan dan masukan sebagaimana diatur Pasal 22 D UUD NRI 1945. "Oleh karena itu sebenarnya banyak hal yang harus diperjuangkan," tegas senator dari Kalimantan Timur itu.

Dia mencontohkan, keberadaan kelompok DPD di MPR. Menurutnya, sudah jelas MPR terdiri dari DPR dan DPD. Hanya saja, kata dia, kelompok DPD di MPR itu seakan-akan setingkat fraksi. "Itu masalah menurut saya," tegasnya.

BACA JUGA: Amendemen UUD Adalah Keniscayaan

Menurur Mahyudin, kelihatan sekali penempatan posisi kelompok DPD di MPR itu tidak fair. Dia mencontohkan sebenarnya ketika pelantikan pimpinan MPR kemarin, hendak menginterupsi. Sebab, pimpinan MPR dari kelompok DPD disebut terakhir. Padahal, lembaga para senator itu bukanlah fraksi, melainkan kelompok DPD yang setara dengan DPR. Hanya saja, interupsi urung dilakukan karena tidak elok melakukannya pada momen pelantikan pimpinan MPR.

"Kemarin saya waktu pelantikan pimpinan MPR sebenarnya saya mau intruksi tetapi tidak elok. "Jadi kalau pimpinan MPR 10 harusnya paling tidak 40 persen itu DPD, karena kami memang besar dan kami bukan fraksi," ungkap Mahyudin.

Menurut dia, ada masalah dalam UU MD3 terkait posisi DPD. Karena itu, dia mengusulkan UU MD3 diubah. Kalaupun tidak diubah, maka lembaga negara seperti MPR, DPD, dan DPR, memiliki UU sendiri. "Menurut saya UU MD3 itu ada yang salah," tegasnya.

Menurut dia, mestinya DPD di MPR itu punya voting block, tidak bisa dihitung satu suara saja. Sehingga DPR memiliki sembilan fraksi, dan DPD satu kelompok.

"Saya kan pernah jadi pimpinan MPR terkadang melihat kelompok DPD itu kasihan juga, sendirian saja, dan kalau ngomong belakangan. Itu yang menurut saya yang harus diperbaiki," ungkapnya.

Menurut Mahyudin, kalau memperkuat DPD tetapi harus mengambil kewenangan DPR sangat sulit. Dia menegaskan, DPR pasti tidak akan memberikan kewenangan yang dimilikinya kepada DPD. "Percayalah sama saya. Saya juga pernah di DPR dan saya sudah hapal orang-orang di sana," kata dia.

Menurut dia, semangat dan tugas DPD adalah memperjuangkan daerah. Sebab, DPD adalah wakil daerah. Kalau wakil rakyat itu adalah DPR. Karena itu, kata Mahyudin, masih ada celah untuk memperkuat kewenangan DPD. "DPD hanya memiliki kepentingan daerah yang diwakili, sehingga ada celah," jelasnya.

Mahyudin pun menjelaskan, ada hal menarik sebelum MPR 2014-2019 berakhir. Dari 10 fraksi di MPR, tujuh di antaranya, termasuk kelompok DPD setuju GBHN ditempatkan dalam Tap MPR. Tiga fraksi menginginkan masuk dalam UU.

Mahyudin menambahkan GBHN ada dua. Ada garis-garis besar haluan negara huruf besar. Ada pula garis-garis besar haluan negara huruf kecil. Garis-garis besar haluan negara yang huruf besar itu dalam bentuk program pembangunan daerah jangka pendek, menengah dan panjang. Garis-garis besar haluan negara huruf kecil itu menyangkut ketetapan-ketetapan lainnya.

DPD setuju GBHN masuk dalam Tap MPR. Karena, DPD akan ikut membahasnya. Kalau dimasukkan dalam UU, hanya DPR sendiri yang membahasnya. "Oleh karena itulah kami harus berjuang untuk bisa dibahas lagi," katanya.

Nah, Mahyudin melihat sepertinya MPR sudah bersemangat untuk melakulan amendemen. "Mungkin amendemen kelima ini di tahun 2020 akan terjadi menurut paham saya. Oleh karena itulah DPD harus menyiapkan materi apa yang akan menjadi penguatan peran DPD itu," katanya.

Dia mengatakan, ketua dan wakil ketua DPR akan menjadi koordinator di internal lembaganya untuk mengonsep lobi-lobi dalam rangka penguatan DPD. "Jadi maksudnya ini biar masuk di TAP MPR," tegasnya. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler