Majelis Hakim Tolak Tuntutan Jaksa Soal Pencabutan Hak Politik

Rabu, 24 September 2014 – 21:04 WIB
Majelis hakim saat membacakan putusan terdakwa kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek Hambalang mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (24/9). Anas divonis 8 tahun dan denda Rp 300juta subsider 3 bulan kurungan. Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik bagi mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Hakim Ketua Haswandi menyatakan hak untuk dipilih dalam jabatan publik tergantung dari masyarakat. Dalam negara demokrasi, kata dia, rakyat yang memiliki hak untuk melakukan penilaian apakah seseorang layak untuk dipilih atau tidak.

BACA JUGA: Ekonom UGM Janji Kawal Visi Misi Jokowi-JK

"Majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum (soal tuntutan pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik)," kata Hakim Haswandi saat membacakan putusan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (24/9).

Seperti diberitakan, dalam tuntutan, jaksa menjatuhkan hukuman tambahan kepada Anas berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.

BACA JUGA: Massa HMI Anggap Anas tak Pantas Diadili di Pengadilan Tipikor

Anas menyebut tuntutan pencabutan hak politik kepada dirinya berlawanan dengan hak sipil warga negara.  Terdakwa  perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji dalam proses perencanaan Hambalang atau proyek-proyek lainnya dan pencucian uang itu pun menyebut tuntutan pencabutan hak politik itu tidak berdasar.

"Terhadap tuntutan pencabutan hak politik atau hak untuk dipilih pada jabatan publik adalah tidak berdasar. Bukan saja hal tersebut berselisih dengan hak sipil warga negara tetapi juga karena perkara yang didakwakan bukan termasuk kategori korupsi politik," kata Anas saat membacakan nota pembelaan atau pledoi pribadinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (18/9).

BACA JUGA: Iwan Fals: Terima Kasih TNI

Namun, sambung Anas, apabila kategori korupsi politik itu dipandang ada, hal itu merupakan peristiwa politik kompetisi demokratik internai partai yang dikoruptorkan secara terpilih. Yakni hanya pada salah satu kontestan saja.

Menurut Anas, memaksakan pencabutan hak politik bukanlah tindakan keadilan. Melainkan tindakan politik.

"Tindakan politik yang diberi sampul hukum dan bisa disebut kekerasan politik dan hukum sekaligus," ujarnya. (gil/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemungkinan Arus Lalu Lintas Depan DPR Dialihkan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler