Maluku Harus Dapat Manfaat Setimpal Blok Masela

Rabu, 02 November 2016 – 16:09 WIB
Direktur Archipelago Solidarity (Arso) Foundation, Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina (tengah) foto bersama akademisi Maluku saat memberikan kuliah umum di Fakultas Pendidikan MIPA Universitas Pattimura, Ambon, Selasa (1/11) dengan tema ”Maluku: Pilihan Kemitraan Strategis”. FOTO: Dok.Pri for JPNN.com

jpnn.com - AMBON - Provinsi Maluku yang memiliki sumber daya alam berupa migas dan hasil laut yang melimpah tidak dapat keluar dari peringkat ke-4 termiskin di Indonesia, apabila hanya mengandalkan anggaran dari pemerintah pusat.

Alokasi anggaran yang berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk, dirasakan sangat tidak adil bagi Maluku, yang memiliki luas laut lebih besar dibandingkan daratan. Potret kemiskinan dan rendahnya kualitas pendidikan di Maluku, hanya bisa diatasi lewat pemanfaatan Blok Gas Abadi Masela dan Blok Migas lainnya, yang sudah pasti dapat menjadi sumber pemasukan bagi negara dan juga bagi Maluku.

BACA JUGA: Maaf Ya, Tapi Cangkul Impor Memang Diburu Konsumen Tuh

Untuk itu, Maluku harus memastikan dapat memperoleh manfaat yang setimpal dari Blok Masela. Maluku juga harus mempersiapkan diri karena akan menghadapi pertemuan teknologi barat, Jepang dan berbagai negara dalam hal pengelolaan sumber gas di Masela sebagai ujung tombak perekonomian.

Demikian pernyataan Direktur Archipelago Solidarity (Arso) Foundation, Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina saat memberikan kuliah umum di Fakultas Pendidikan MIPA Universitas Pattimura, Ambon, Selasa (1/11) dengan tema ”Maluku: Pilihan Kemitraan Strategis”.

BACA JUGA: September 2016, Laba Bersih Antam Capai 38,3 miliar

Dalam rilis yang diterima Redaksi JPNN, kuliah umum yang digelar di aula Rektorat Lantai II Kampus Unpatti ini dihadiri oleh Pembantu Rektor I Muhamad Riyad Uluputty, Dekan Fakultas MIPA, Prof. Threse Laurens, Ketua Jurusan MIPA, Anderson L. Palinussa serta staf pengajar dan sekitar 600 mahasiswa dari berbagai jurusan dan program studi.

Selain Engelina, salah satu dosen Unpatti lainnya, M. Nur Matdoan juga memaparkan tentang “Pembelajaran Sains Berbasis Kepulauan. Kuliah umum ini berlangsung menarik, dipandu moderator Stevi Melay.

BACA JUGA: Batamindo Sebut PT Sanyo Energy Tutup karena Orderan Minim

Engelina yang merupakan Lulusan Universitas Bremen Jerman ini mengatakan, jika pilihan zona dan teknologi berbasis di darat (onshore), maka partisipasi masyarakat akan lebih tinggi. Hal ini harus dimanfaatkan oleh perguruan tinggi dengan menyiapkan sumber daya manusia di berbagai sektor untuk mengisi pengembangan industri turunan dari hasil produksi lapangan gas abadi tersebut.

Industri turunan, kata Engelina, dapat menciptakan lapangan kerja dan usaha kecil lain, sehingga perekonomian di wilayah dapat berkembang. Termasuk sektor pariwisata maupun perhubungan. Dengan demikian, peran perguruan tinggi dan tenaga guru sangat dibutuhkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten untuk mendorong pemanfaatan industri hilir.

Engelina mencontohkan, jelang akhir abad 20, Deng Xiaoping asal Tiongkok diakui sebagai perancang pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Ia mampu meningkatkan standar hidup rakyat lebih dari satu miliar jiwa.

Tahun 1978-1984, Deng merilis strategi kebijakan gaige kaifang (reformasi dan keterbukaan) guna menguji dan memperkaya ideologi, memacu agrikultur, dan ekonomi-pasar sosialis Tiongkok. Strateginya ialah shí shì qiú shì atau “seek truth from facts”. “I don't care if it's a white cat or a black cat. It's a good cat so long as it catches mice!.” Intinya, tidak penting, kucingnya hitam atau putih, sejauh dapat menangkap tikus.


Motor Penggerak

Engelina berharap, Unpatti dan universitas lainnya di Maluku dapat berfungsi sebagai motor penggerak dan partner pemerintah untuk mengawal pengelolaan 25 blok migas yang ada. Lembaga riset juga diharapkan mampu untuk melahirkan reformasi pendidikan, guna meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga outputnya, dapat digunakan sebagai solusi dalam menghadapi masalah pendidikan di Maluku.

Engelina mengatakan, Awal abad 21, sekitar 90 persen zona kepulauan Maluku dengan luas 850.000 kilometer persegi, terdiri dari laut. Kepulauan Maluku sangat kaya keragaman-hayati, ikan, emas, minyak, gas dan mineral strategis lainnya.

Resikonya yakni selama 400 tahun terakhir, zona-zona kaya sumber alam sering terjebak konflik dan kemiskinan atau the paradox of plenty. Sebanyak 15 blok Minyak dan Gas (Migas) dikelola oleh investor asing di Maluku, sedangkan 10 blok lainnya masih ditawarkan ke para investor.

Namun, menurut Biro Pusat Statistik (BPS) Maluku tahun 2015, Provinsi Maluku yang berpenduduk 1,6 juta jiwa, 18,84 persen atau sekitar 307.000 jiwa adalah penduduk miskin dan menempati urutan ke-4 setelah Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

Engelina berpendapat, Maluku dapat keluar dari jebakan paradox of plenty, resiko konflik dan kemiskinan dengan menerapkan model triple-helix dalam program kebijakan pembangunan berkelanjutan (triple-bottom-line). Misalnya, level partisipasi masyarakat Maluku dan sekitarnya sangat bergantung pada pilihan zona dan teknologi ekstraksi sumber-sumber alam seperti 25 blok migas Maluku.

Sedangkan Pembantu Rektor I, Muhamad Riyad Uluputty, juga menyampaikan tentang kendala wilayah kepulauan dan jarak antar pulau, yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Tanpa anggaran pendidikan yang lebih, kata Uluputty, sangat sulit untuk mengejar ketertinggalan dari provinsi lain.

Sementara itu, Dr. M. Nur Matdoan di hadapan mahasiswa memaparkan tentang kekayaan laut Maluku, yang menyimpan potensi hayati serta pentingnya pembelajaran sains bagi daerah pesisir di Maluku.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PT Sanyo Energy Batam Tutup Total


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler