Manajemen P3I Mendesak Bareskrim Polri Segera Lakukan Gelar Perkara

Selasa, 14 Mei 2024 – 20:39 WIB
Ilustrasi - Bareskrim Polri. Foto/Arsip: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Manajemen P3I (Pusat Pelatihan Perasuransian Indonesia) mendesak Bareskrim Polri segera melakukan gelar perkara terkait laporannya kepada oknum Notaris berinisial FM pada 20 Juni 2023 lalu.

Pasalnya, hingga 11 bulan usia pelaporannya belum ada titik terang.

BACA JUGA: Bareskrim Polri Tolak Laporan TPDI, Petrus Selestinus: Aneh

Oleh karena itu, pelapor kembali meminta Baresrim Polri untuk segera dilakukan gelar perkara sebagai wujud perhatian serius terhadap laporannya.

“Soal penetapan tersangka, tergantung penyidik setelah gelar perkara,” kata manajemen P3I (Pusat Pelatihan Perasuransian Indonesia) belum lama ini.

BACA JUGA: Gerebek Clandestine Lab di Semarang, Bea Cukai-Bareskrim Polri Sita Sabu dan MDMA

Notaris FM diduga melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara.

Hal tersebut sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/B/155/VI/SPKT/BARESKRIM Polri, tanggal 20 Juni 2023.

BACA JUGA: Connie Dilaporkan ke Bareskrim Polri, Sahroni: Polisi Jangan Terbawa Drama Politik

Manajemen P3I menilai sebenarnya persoalan ini agak sederhana karena pelapor sudah menyerahkan bukti-bukti kepada penyidik Bareskrim Polri.

Namun, sampai saat ini status perkara masih belum jelas, kalau tidak salah dalam tahap penyelidikan.

Sesuai petunjuk dokumen, setelah pelunasan pembelian tanah dalam satu kawasan yang terintegrasi, kelompok usaha ini menjalin kerja sama dengan Notaris FM untuk penatausahaan administrasi pertanahan di BPN Bogor.

Pada 8 Januari 2019, kantor Notaris FM menerbitkan tanda terima yang ditandatanganinya bersama pemilik tanah/dokumen.

Manajemen P3I menyebutkan masalah muncul saat pihaknya sebagai pemilik tanah berniat menarik kembali dokumen yang dititipkan.

Namun, Notaris FM menolak keras mengembalikan dokumen jika tanpa dilengkapi dengan berita acara yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (penjual tanah/pemilik lama dan pembeli) di hadapan notaris.

Manajemen P3I mempertanyakan bukankah tanda terima yang diterbitkan kantor notaris FM (8/1/2019) berarti Notaris FM mengakui sudah terjadi perpindahan kepemilikan?

Bukankah Notaris FM paham bahwa dokumen yang ditahannya selama bertahun-tahun bukan milik kantor notaris, dan bukan juga akta notaris.

“Mungkin sikap oknum Notaris FM didasarkan pada tanda terima 3 Mei 2017, yang ditanda-tanganinya bersama Notaris MGH di Karawang, dimana di bagian akhir tertulis “dokumen-dokumen tersebut hanya dapat diambil oleh pihak penjual dan pihak pembeli secara bersama-sama.”

Menurut Manajemen P3I, tanda-terima yang diterbitkan kantor notaris FM (3/5/2017) ini sudah tidak berlaku lagi.

Manajemen P3I berpandangan mungkin notaris FM lupa dengan asas Lex Posterior Derogat Legi Anteriori, hukum (alat bukti hukum) yang terakhir (8/1/2019) mengesampingkan alat bukti hukum yang terdahulu.

Jadi, ketika seluruh dokumen pertanahan diminta oleh pemilik/klien yang sah, notaris wajib mengembalikannya.

“Lebih dari itu maka notaris sudah bisa dikategorikan penggelapan dokumen dalam jabatan sebagaimana dimaksud Pasal 374 KUHP,” demikian pandangan manajemen P3I.

Tidak Ada Penggelapan Dokumen

Menanggapi pernyataan manajemen P3I, oknum Notaris FM secara tegas membantah dirinya telah melakukan penggelapan dokumen kliennya.

“Tidak ada penggelapan dokumennya. (Semua) tersimpan baik di kantor saya," ujar Notaris FM.

Notaris FM menegaskan pada prinsipnya notaris hanya mau menyerahkan dokumen tersebut di hadapan kedua belah pihak dan dibuatkan berita acara.

“Kapan saja mereka mau ambil, silakan selama kedatangannya bersama-sama. Saya sudah sampaikan itu berkali-kali kepada para pihak, begitu juga Bareskrim (Polri),” ujar FM.

Menurut Notaris FM, dirinya sangat kooperatif dengan panggilan Bareskrim Polri. "Dan, saat ini sedang diupayakan mempertemukan para pihak. Saya meminta Bareskrim yang  memediasi," ujar Notaris FM.

Tidak Berwenang

Praktisi Hukum sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional Saiful Anam mengatakan Notaris tidak berwenang seperti jasa titipan.

“Jadi, tidak boleh Notaris menjamin atau bahkan kemudian Notaris tidak memberikan dokumen yang sebenarnya menjadi milik dari pembeli maupun penjual,” ujar Saiful Anam.

Saiful Anam mengaku sebagai pengacara Ikatan Notaris Jakarta sehingga dirinya paham betul terkait seperti ini.

“Cuman dalam praktiknya, banyak Notaris melampaui kewenangannya dengan menyimpan atau tidak memberikan dokumen. Bahkan sebelum pelunasan diselesaikan oleh pihak pembeli, biasanya surat-surat dikuasai oleh Notaris. Itu sebenarnya tidak boleh,” ujar Saiful Anam.

Menurut Saiful Anam, apabila diadukan secara etik ke Dewan Etik maka oknum yang bersangkutan bisa kena sanksi.

“Kalau diadukan ke Dewan Etik, maka itu kena karena Notaris tidak boleh bertindak atau menyimpan atau menggaransi terhadap proses jual beli itu,” ujar Saiful Anam.

Saiful Saiful kembali menegaskan pada dasarnya Notaris tidak berwenang untuk menahan atas dokumen karena dokumen itu harus diposisikan dia sebagai siapa pemegang atas alas hak dari dokumen yang masih berproses di Notaris.

“Bahkan kalau Notaris-notaris yang sangat kredibel, dia kemudian tidak berkenan untuk dititipkan dokumen apapun karena itu resiko hukum sangat besar sekali bagi notaris yang bersangkutan,” ujar Saiful Anam.

Secara teoritik, menurut Saiful Anam, notaris tidak diperkenankan untuk kemudian menyimpan bahkan menggaransi termasuk tidak menyerahkan dokumen-dokumen yang bukan atas dasar milik yang bersangkutan.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler