Mantan Bupati Natuna Ditahan KPK

Danai Tim Fiktif, Kerugian Negara Rp 72,25 miliar

Senin, 12 Oktober 2009 – 21:06 WIB
JAKARTA – Setelah sejak pertengahan Mei lalu ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana bagi hasil minyak dan gas (migas) pada APBD Natuna tahun 2004, mantan Bupati Natuna Hamid Rizal akhirnya ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)KPK berkeyakinan, negara telah dirugikan hingga Rp 72,25 miliar karena adanya dana di APBD Natuna yang dikucurkan untuk kegiatan fiktif.

Sebelum ditetapkan sebagai tahanan pada Senin (12/10) petang, Hamid sebelumnya menjalani pemeriksaan terelbih dulu sejak pukul 10.00 pagi

BACA JUGA: Densus 88 Ingin Tangkap Hidup-Hidup

Tepat pukul 19.25, Hamid dengan didampingi penyidik dan petugas kepolisian langsung dibawa ke LP Cipinang
Tak ada satu pun kalimat yang keluar dari mulut Hamid setelah menjadi tahanan KPK

BACA JUGA: Dipastikan, Jasad itu Saefudin dan Syahrir



Juru bicara KPK, Johan Budi menyatakan, Hamid diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan wewenangnya dalam pembentukan Tim Intensifikasi dan Ekstensifikasi dana bagi hasil migas natuna tahun 2004
Untuk membiayai tim tersebut, Pemkab Natuna menggelontorkan dana sebesar Rp 72,25 miliar dari APBD tahun 2004

BACA JUGA: PPP Sodorkan 17 Nama ke SBY

“Nha belakangan tim itu di duga fiktif,” sebut Johan di KPK, Senin (12/10) makam.

Karenanya, Hamid disangka dengan pasal 2 ayat 1, dan atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi“Kita tahan di LP kelas I Cipinang untuk dua puluh hari pertama,” ujar Johan.

Namun penahanan Hamid itu diprotes pengacaranya, Tumpal Hutabarat“Penahanan ini memang kewenangan penyidikTetapi Pak Hamid selalu bersikap kooperatifJadi saya rasa penahanan ini tidak tepat,” ujarnya.

Menurut Tumpal, kliennya sebenarnya bukanlah pihak yang mengeluarkan uang untuk membiaya tim tersebut“Saat jadi bupati, Pak Hamid tidak pernah menyetujui pengeluaran itu, karena ada pembagian tugas dan soal pengeluaran uang itu diserahkan ke wakil bupati (Izhar Sani) yang saat ini sudah almarhum,” kilahnya.

Selain itu, sambung Tumpal, pihaknya juga memiliki bukti kuat bahwa pencairan itu sebenarnya memang tidak melibatkan HamidBahkan, katanya, surat perintah pencairan justru baru ditandatangani pada tahun 2008“Ini yang kita jadikan bukti bahwa Pak Hamid sudah tidak jadi bupati tetapi pada 2008 disuruh menandatangani surat pengeluaran uangnyaKop suratnya juga masih tetap bupati,” lanjutnya.(ara/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejagung Beri Petunjuk ke Penyidik Polri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler