Mantan Danpaspampres Akui Penyelaman di Sana tak Gampang

Selasa, 06 Januari 2015 – 06:03 WIB
Mempersiapkan alat menyelam di atas geladak kapal. Foto: Jawa Pos/dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Pekatnya lumpur di dasar laut, menghambat proses pencarian korban dan black box pesawat Air Asia QZ8501.

Menurut Mantan Kepala Basarnas Nono Sampono, pulau yang memiliki sungai-sungai besar seperti Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, memang memiliki karakteristik laut yang berlumpur.

BACA JUGA: Pesawat Menabrak Awan, Menukik, Blaarrrr...

"Karena, sungai-sungai tersebut membawa lumpur yang kemudian menyebar di sekitar perairan lokasi jatuhnya pesawat tersebut. Jadi kondisi seperti itu memang menyulitkan karena di dasar kondisinya cenderung keruh. Itu cukup menyulitkan para penyelam dalam melakukan evakuasi," papar Nono pada Jawa Pos, kemarin (5/1).

Untuk itu, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)dari Provinsi Maluku Utara itu menyarankan penggunaan teknologi yang maksimal untuk membantu proses evakuasi.

BACA JUGA: Kapal Ikan Angkut 10 Karung Sabu Senilai Rp 1,6 Triliun

Dia menyebut ada empat alat yang bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan tubuh korban, bangkai pesawat hingga black box.

Yang pertama, penggunaan Remotely Operated Vehicle (ROV) yang merupakan robot dengan kemampuan mengamati benda di lautan dan dikendalikan dengan remote control secara langsung dari atas permukan air.

BACA JUGA: Dikritik AS, Ini Tanggapan Kepala Basarnas

Di samping ROV, lanjut Nono, juga bisa digunakan multibeam echosounder. Alat tersebut berfungsi untuk mengukur kedalaman perariran hingga mengetahui bentuk dasar suatu perairan dengan menggunakan sistem gema.

Yang ketiga, adalah alat pendeteksi logam yang bisa dibawa oleh para penyelam, dan yang terakhir adalah autonomous underwater vehicle, yang mirip dengan ROV. "Empat alat ini sangat berguna di samping manusia sendiri," ujarnya.

Penggunaan alat tersebut juga dibarengi diterjunkan tim penyelam. Nono menguraikan, untuk mengatasi medan dasar laut yang berlumpur, para penyelam membuat pola pencarian di bawah laut. Diantaranya, pola melingkar.

"Jadi lima sampai enam penyelam menggunakan pola melingkar untuk menemukan objek di dalam laut. Kemudian ada pola lain, yakni membuat barisan bersama maju dengan kompas tertentu, barisan itu menyapu sehingga tidak ada yang terlewatkan," urainya.

Di samping kendala lumur, arus kuat juga menjadi hambatan tim penyelamat. Menurut Mantan Danpaspampres era Presiden Megawati itu, dalam sehari arus laut bisa berubah tiga kali, akibat perputaran bumi, pasang surut pengaruh angin dan gelombang. Cuaca juga ikut mempengaruhi.

Namun, dia menekankan, perairan di Kalimantan, kedalamannya masih bisa dijangkau tim penyelam tanpa harus menggunakan kapsul khusus.

"Karena kedalamannya antara 30 meter sekian lah, jadi masih terjangkau tanpa harus menggunakan kapsul," katanya.

"Namun, lanjut Nono, yang menjadi masalah, dipastikan setiap harinya, luas daerah operasi akan terus bertambah. Akibat kuatnya arus laut, objek seperti tubuh korban, bangkai pesawat sangat mungkin terbawa arus.

"Karena benda-benda termasuk tubuh korban itu ringan untuk dihanyutkan arus. Tapi saya melihat komponen-komponen yang terlibat cukup luar biasa. Sehingga, proses evakuasi masih berjalan baik sampai saat ini meski menemui sejumlah kendala," imbuhnya. (mia/gun/ken)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Datangkan Alat Khusus agar Stamina Penyelam Tetap Jos


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler