Mantan Deputi BPKS Didakwa Korupsi Proyek Dermaga Sabang

Senin, 29 September 2014 – 20:37 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Mantan Deputi Teknik Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Ramadhani Ismy yang terjerat dugaan korupsi duduk di kursi terdakwa. Pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/9), Ramadhani didakwa memperkaya diri dan pihak lain terkait proyek pembangunan dermaga di Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang sehingga negara dirugikan ratusan miliar rupiah.

Jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK, Fitroh Rohcahyanto saat membacakan surat dakwaan menyatakan, Ramadhani telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 3,2 miliar. Sedangkan orang lain yang diperkaya adalah Heru Sulaksono sebesar Rp 34,05 miliar. Teuku Syaiful Achmad (Rp 7,49 miliar), Sabir Said (Rp 12,7 miliar), Bayu Ardhianto (Rp 4,39 miliar), Saiful Ma'ali (Rp 1,2 miliar), Taufik Reza (Rp 1,35 miliar), Zainuddin Hamid (Rp 7,5 miliar), Ruslan Abdul Gani (Rp 100 juta) dan Ananta Sofwan sebesar Rp 977,7 juta.

BACA JUGA: UU MD3 Ditolak, PDIP Tawari Demokrat-PPP Masuk Kabinet Jokowi-JK

Ramadhani juga didakwa memperkaya korporasi antara lain PT Nindya Karya sebesar Rp 44.681.053.100, PT Tuah Sejati sebesar Rp 49.908.196.378, PT Budi Perkasa Alam sebesar Rp 14.304.427.332,5, PT Swarna Baja Pacific sebesar Rp 1.757.437.767,45, dan pihak-pihak lainnya Rp 129.543.116.165,24.

“Sehingga  merugikan keuangan negara sebesar Rp 313.345. 743. 535,19 atau setidak-tidaknya jumlah tersebut," ujar Jaksa Fitroh di Pengadilan Tidak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (29/9).

BACA JUGA: Politisi Gerindra Tolak Ide Penerbitan Perppu

JPU menjelaskan, perkara itu bermula ketika BPKS pada tahun 2003 menyusun detail engineering design dermaga di Teluk Sabang, Desa Pasiran Sabang. Selanjutnya pada tahun anggaran 2004, BPKS mendapatkan anggaran untuk pembangunan dermaga yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Dalam realisai proyek itu, Ramadhani ditunjuk sebagai Sekretaris Panitia Pengadaan dan Zulkarnain Abbas sebagai pimpinan proyek. Namun, diduga ada rekayasa untuk mengarahkan agar PT Nindya Karya bisa menjadi rekanan BPKS dalam proyek itu. Itu mengacu pada kesepakatan antara Kepala BPKS Zubir Sahim dengan  Kepala PT Nindya Karya wilayah Sumatera Utara dan Aceh, Heru Sulaksono agar pengerjaan dermaga diserahkan ke perusahaan BUMN yang bergerak di bidang konstruksi itu.

BACA JUGA: Hakim Maria Sebut UU MD3 Langgar Pembentukan Peraturan

Namun demi keamanan, harus bekerjasama dengan perusahaan lokal. "Untuk itu Heru Sulaksono melakukan kerjasama operasional dalam bentuk joint operation antara PT Nindya Karya cabang Sumatera Utara dan Aceh dengan perusahaan lokal, yaitu PT Tuah Sejati yang kemudian dinanamakn Nindya Sejati JO. Selanjutnya dibentuk Board of Manajemen (BOM) Nindya Sejati JO," ucap Fitroh.

Untuk memenuhi kelengkapan administrasi pelelangan, Zulkarnain Nyak Abas memerintahkan Ramadhani untuk membuat administrasi pelelangan pekerjaan konstruksi Dermaga Bongkar Sabang. Atas perintah itu, Ramadhani membuat kelengkapan administrasi pelelangan dan meminta panitia pengadaan, pihak Nindya Sejati JO dan empat perusahaan pedamping menandatangani dokumen pelelangan agar seolah-oleh telah dilakukan proses pelelangan.

Pada tanggal 2 Juli 2004, panitia lelang mengusulkan Nindya Sejati Jo sebagai pemenang. Selanjutnya Zulkarnain Nyak Abbas menetapkan Nindya Sejati Jo sebagai pemenang. Kemudian dilakukan penandatangan Surat Perjanjian Kerja Jasa Konstruksi antara Heru Sulaksono dan Zulkarnain Nyak Abbas dengan nilai kontrak Rp 7.105.810.000 untuk jangka waktu pelaksanaan 155 hari kalender terhitung sejak 17 Juli 2004 sampai 16 Desember 2004.

Pada tanggal 26 Oktober 2004, BPKS melakukan pembayaran uang muka 20 persen dari nilai kontrak setelah dipotong pajak sebesar Rp 1.266.106.146 kepada Nindya Sejati JO. Kenyataannya, sampai dengan berakhirnya masa kontrak, Nindya Sejati Jo tidak melaksanakan pekerjaan sebagaiman dalam kontrak.

"Meski demikian PPK tidak mengenakan denda dan tidak mencairkan jaminan pelaksanaan, yang akhirnya uang muka 20 persen tersebut nantinya diperhitungkan pada pembayaran pekerjaan Dermaga Bongkar Sabang pada tahun 2006," ucap Jaksa Fitroh.

Proyek ini sempat terhenti karena bencana tsunami tanggal 26 Desember 2004. Selanjutnya proyek Dermaga Bongkar Sabang dilanjutkan pada tahun 2006-2011.

Dalam dakwaan primair, Ramadhani didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sedangkan pada dakwaan subsidair, Ramadhani didakwa melanggar pasal 3 juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.(gil/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Denny JA Sarankan SBY Keluarkan Perppu


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler