jpnn.com, JAKARTA - Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung, Gayus Lumbuun menilai pernyataan mantan Kepala Badan Intelijen Negara, Abdullah Mahmud Hendropriyono soal warga negara Indonesia keturunan Arab, bukanlah ujaran kebencian. Menurut Gayus, pernyataan tersebut masih sesuai dengan koridor hukum.
“Pernyataan Pak Hendropriyono masih dalam koridor hukum. Pernyataan tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 156 KUHP, kemudian Pasal 157 KUHP," ujar Gayus di Jakarta, Jumat (10/5/2019) kemarin.
BACA JUGA: Respons Kiai Said untuk Pernyataan Eks KaBIN soal WNI Keturunan Jadi Provokator
BACA JUGA: Rizal Ramli Berharap Jokowi Legawa Lepas Jabatan Seperti Bung Karno dan Gus Dur
Gayus menilai pernyataan Hendropriyono hanya bentuk peringatan terhadap oknum-oknum, yang memanfaatkan rasa hormat masyarakat. Dia beranggapan Hendropriyono menyampaikan keprihatinan terhadap ulah beberapa orang yang kebetulan keturunan Arab.
BACA JUGA: Prabowo Sebut Pernyataan Hendropriyono Rasis dan Memecah Belah
“Sesungguhnya, menggambarkan rasa keprihatinannya terhadap ulah beberapa orang yang kebetulan keturunan Arab, yang tidak sesuai dengan penilaian dan penghargaan yang umum diberikan masyarakat Indonesia terhadap keturunan Arab," tandas dia.
Oleh karena itu, Gayus mengimbau agar pernyataan Hendropriyono tidak dipolitisir yang bisa memperkeruh situasi di masyarakat.
BACA JUGA: Mungkin Sinyalemen Mantan KaBIN Benar, tetapi Banyak WNI Keturunan Juga Bagus-bagus
Menurut dia, pernyataan Hendropriyono sebagai bentuk edukasi, dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
BACA JUGA: Merespons Wacana Pemindahan Ibu kota, Anton Doni Sarankan Jokowi Fokus pada Visi Misi
"Dengan demikian, peringatan tersebut tidak cukup alasan untuk dikatagorikan sebagai suatu sikap rasialis. Tidak ada substansi. Harus dilihat secara obyektif, tidak dipolitisir, yang kemudian justru memperkeruh situasi di masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan tanggungjawab beliau. Ini informasi intelejen, tapi memiliki rasa kewajiban secara moral," terang dia.
Senada dengan itu, akademisi UIN Makassar, Mustari Mustafa, mengatakan apa yang disampaikan Hendropriyono, mewakili kegelisahan masyarakat.
"Jadi jangan sampai ada orang yang menghembuskan isu dengan kepentingannya sendiri. Jadi oknum. Di situ Pak Hendro sangat hati-hati sekali dalam menyampaikan," pungkas Mustari.
Sebelumnya, Hendropriyono memperingatkan Warga Negara Indonesia (WNI) keturunan Arab yang menjadi elite politik tidak menjadi provokator. Terutama selama penyelenggaran pemilu 2019. Sebagai elite yang diterima masyarakat Indonesia, kata Hendropriyono, seharusnya mereka memberikan contoh yang baik.
"Saya ingin memperingatkan bangsa Indonesia, WNI keturunan Arab supaya sebagai elite yang dihormati oleh masyarakat kita, cobalah mengendalikan diri jangan menjadi provokator," ujar Hendropriyono di kantor Lemhanas, Jakarta Pusat, Senin (6/5/2019).
Menurut Hendropriyono, banyak WNI Arab yang dihormati oleh rakyat Indonesia. Karena itu, pernyataan mereka tentu bisa berpengaruh untuk orang lain atau masyarakat Indonesia.
"Saya ingatkan, karena di dusun, di desa, masyarakat kita kalau ada orang Arab pidato, bicara semua cium tangan. Kalau China tidak ada yang cium tangan di kampung-kampung. Artinya masyarakat keturunan Arab WNI tahu posisinya yang dimuliakan rakyat, dengan dimuliakannya tahulah dalam posisi yang diharapkan mengayomi. Jangan memprovokasi untuk melakukan politik jalanan, apa pun namanya lah. Tetapi itu di jalan, tidak disiplin," terang dia.
Hendropriyono memang enggan menuduhkan kepada perseorangan, tetapi dia memperingatkan bagi semua WNI keturunan Arab yang dihormati oleh banyak rakyat. Dia juga membantah jika pernyataannya tersebut bernuansa SARA.
"Saya tidak memiliki kepentingan apapun, apalagi memojokan kelompok tertentu. Bukan cuma Habib Rizieq Syihab, tapi elite lainnya. Agar bisa menahan diri dan tidak memprovokasi," tandas dia.
Mantan Ketua Umum PKPI itu memandang, masyarakat sipil memiliki peran vital di dalam negara demokrasi. Bahkan kudeta bisa berawal dari rakyat sipil. Maka untuk menghindarinya, rakyat harus diberi edukasi yang baik bukan diprovokasi.
"Kita lihat dulu Jenderal Soedirman di gotong-gotong sebagai orang sakit ke sana kemari, tidak ada arti dalam strategi militer, tetapi secara psikologis artinya sangat besar, memenangkan perang," pungkas Hendropriyono.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mantan KaBIN Ingatkan WNI Keturunan Tak Umbar Provokasi Berpotensi Kudeta
Redaktur & Reporter : Friederich